Gender adalah perbedaan konstruksi sosial yang berkaitan dengan sifat atau sikap antara laki-laki dan perempuan. Gender biasanya diasosiasik...
Gender adalah perbedaan konstruksi sosial yang berkaitan dengan sifat atau sikap antara laki-laki dan perempuan. Gender biasanya diasosiasikan dengan istilah maskulin yang berhubungan dengan sifat kelaki-lakian seperti gagah, kuat, dan feminim dihubungkan dengan sifat perempuan seperti lemah lembut dan mengayomi.
Sebagian orang masih mengartikan bahwa gender sama artinya dengan seks, padahal jelas bahwa seks mempunyai arti tersendiri. Seks merupakan sesuatu yang diberikan oleh Tuhan sejak lahir sebagai kodrat manusia yang secara biologis antara laki-laki dan perempuan tidak dapat ditukarkan. Perempuan bisa menyusui, hamil, melahirkan, mengalami menstruasi, memiliki payudara, merupakan contoh dari seks.
Penting untuk kita membedakan kedua hal tersebut sebelum menelaah bagaimana pengaruh gender islam terhadap pemberdayaan perempuan. Jika kita sendiri tidak mampu membedakan keduanya maka akan timbul perspektif yang salah atau kesalahpahaman yang tidak sebanding dengan kenyataan yang ada.
Menurut Mansour Fakih dalam sebuah artikel “Posisi Kaum Perempuan dalam Tinjauan Analisis Gender” (1996: 46-49) dari studi yang dilakukan dengan menggunakan analisis gender ternyata ditemukan berbagai bentuk manifestasi ketidakadilan gender.
Pertama, terjadi marginalisasi terhadap kaum perempuan. Meskipun tidak setiap marginalisasi perempuan disebabkan oleh ketikadilan gender, namun yang dipersoalkan dalam analisis gender adalah marginalisasi oleh perbedaan Gender.
Kedua, terjadi subordinasi pada kaum perempuan. Dalam rumah tangga, masyarakat maupun Negara banyak kebijakan dibuat tanpa “menganggap penting” kaum perempuan. Misalnya, anggapan karena “perempuan toh nantinya akan ke dapur dan mengurus anak, mengapa harus sekolah tingi- tinggi” atau karena anggapan bahwa perempuan itu emosional maka dia tidak tepat untuk memimpin partai politik atau menjadi presiden. Hal ini adalah proses subordinasi dan diskriminasi yang disebabkan oleh gender.
Ketiga, pelabelan negatif (stereotype) terhadap kaum perempuan dan akibat dari stereotype itu terjadi diskriminasi serta berbagai ketidakadilan lainnya. Dalam masyarakat kita banyak sekali stereotype yang dilabelkan kepada kaum perempuan yang akibatnya membatasi, menyulitkan, memiskinkan, dan merugikan kaum perempuan. Karena adanya keyakinan masyarakat bahwa laki-laki adalah pencari nafkah misalnya, maka setiap pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dinilai hanya sebagai “tambahan”, karenanya boleh dibayar lebih rendah. Keempat, Kekerasan (violence) terhadap kaum perempuan yang disebabkan oleh perbedaan gender.
Kekerasan disini mulai dari kekerasan dalam bentuk yang lebih halus, seperti pelecehan seksual dan penciptaan ketergantungan sampai kekerasan fisik, seperti pemerkosaan, pemukulun, dan pembunuhan. Kelima, karena peran gender perempuan adalah pengelola rumah tangga, maka banyak perempuan menanggung bebab kerja domestik yang lebih banyak dan lebih lama (double burden). Dengan kata lain, peran gender perempuan itu telah mengakibatkan tumbuhnya tradisi dan keyakinan dalam masyarakat bahwa kaum perempuan harus bertanggung jawab atas terlaksananya keseluruhan pekerjaan domestik (rumah tangga).
Semua manifestasi ketidakadilan gender tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi. Manifestasi ketidakadilan itu tersosialisai kepada kaum laki-laki dan perempuan secara mantap yang lambat laun akhirnya terbiasa dan percaya bahwa peran gender itu seolah-olah menjadi kodrat. Pada gilirannya terciptalah suatu struktur dan sistem ketidakadilan gender yang “diterima” dan sudah tidak lagi dapat dirasakan ada sesuatu yang salah.
Sebagai makhluk Allah yang juga diciptakan dengan akal dan organ yang sempurna oleh Allah maka perempuan juga berhak untuk mengembangkannya. Konteksnya bukan untuk menyaingi kedudukan laki-laki atau bahkan mendominasi peranan laki-laki. Namun, kesetaraan ini memang dibutuhkan dengan alasan perkembangan global yang membuat kita sebagai makhluk Allah yang dikaruniai akal untuk berpikir dan berkembang sesuai tuntutan zaman. Jika tidak, maka hal-hal seperti yang tidak diinginkan (pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan) jumlahnya akan terus bertambah dan menurunkan partisipasi, peranan, sumber daya perempuan yang sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya kehidupan.
Pemberdayaan terhadap perempuan perlu dilakukan dengan alasan perempuan yang mempunyai pengaruh besar dalam mencetak generasi-generasi bangsa. Bayangkan jika kesejahteraan perempuan tidak terpenuhi, bahkan perempuan tidak diberikan akses merdeka dalam memperjuangkan hak dan cita-cita mereka, produktif untuk kemajuan, dan sebagainya, maka tak cukup maksimal jika hanya dibutuhkan peran laki-laki yang bersifat mendominasi terhadap kaum perempuan.
Saat ini, di era yang penuh dengan kemajuan seharusnya kita sadar akan fungsi kita sebagai manusia yang juga harus melakukan pergerakan yang mengikuti perubahan zaman. Banyak saya temukan perempuan yang dalam perspektifnya memahami ajaran-ajaran Islam dengan sangat tradisional atau sederhananya mereka tidak memerlukan/ menggunakan metodologi dalam menafsirkan Islam itu sendiri. Seperti yang kita ketahui bahwa Al-Qur'an dan Hadits seharusnya dapat menjadi sumber dalam pemecahan masalah (problem solving) yang tidak bisa hanya dipahami secara tekstual saja melainkan juga harus dengan metode dan nalar kritis.
Dalam kaitannya dengan nilai keadilan dan kesetaraan, Islam tidak pernah mentolerir adanya perbedaan atau perlakuan diskriminasi diantara umat manusia. Dalam Al-Qur'an surat Al-Isra ayat 70 yang berbunyi : "Bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan dalam bentuk yang terbaik dengan kedudukan yang paling terhormat". Manusia juga diciptakan mulia dengan memiliki akal, perasaan dan menerima petunjuk. Oleh karena itu Al-Qur'an tidak mengenal pembedaan antara lelaki dan perempuan karena dihadapan Allah SWT. Lelaki dan perempuan mempunyai derajat dan kedudukan yang sama, dan yang membedakan hanyalah dari segi ketaqwaan dan biologisnya.
Oleh karena itu, besar pengaruhnya apabila gender Islam terus dipelajari dan dikaji dengan ilmu pengetahuan dan dari ranah Islam itu sendiri. Tentunya, tidak bisa dilepaskan dari konsep memahami peranan dan kedudukan perempuan yang juga patut untuk terus diberdayakan. Laki-laki dan perempuan sama-sama berhak mendapatkan perlindungan sesuai hukum yang berlaku. Begitupun dalam hal pemberdayaan seperti kaitannya melalui pendidikan, pekerjaan/profesi, kedudukan dalam suatu organisasi atau pemerintahan, rumah tangga, masyarakat, dan aspek-aspek lainnya yang memang itu bisa dipahami dengan melihat potensi dan kemampuan, bukan jenis kelamin ataupun stigmatisasi masyarakat yang cenderung mengkotak-kotakkan perempuan.
BIODATA PENULIS:
Nama : Amalia Septia Budiyarti
Asal : Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah
Pendidikan : Mahasiswi S1 Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Raden Mas
Said Surakarta
Email : amaliaseptia4@gmail.com
Instagram : liaaagb
COMMENTS