Sejarah Qunut, Pengertian Qunut, Qunut Shubuh, Qunut Witir

kupas tuntas tentang qunut dari berbagai tanggapan para ulama salaf dan khalaf

Qunut

Pengertian Qunut

Kata Qunut secara bahasa memiliki banyak makna, di antaranya:

a.  Ad-Du’a (Doa), dan makna ini yang paling masyhur (populer), sebagaimana dikatakan oleh Imam az-Zujaj:

الْمَشْهُورُ فِي اللُّغَةِ أَنَّ الْقُنُوتَ الدُّعَاءُ

“Yang populer dalam bahasa bahwa makna qunut adalah doa” (Lihat, Taj al-‘Arus, V:45)

Imam an-Nawawi menerangkan:

أَنَّ الْقُنُوتَ يُطْلَقُ عَلَى الدُّعَاءِ بِخَيْرٍ وَشَرٍّ ، يُقَال : قَنَتَ لَهُ وَقَنَتَ عَلَيْهِ

“Bahwa kata qunut digunakan dalam makna doa, baik doa kebaikan maupun kejelekan. Dikatakan: qanata lahu (berdoa kebaikan untuknya) dan qanata ‘alaih (berdoa kejelekan atasnya)”. (Lihat, Tahrir Alfazh at-Tanbih, hal. 73)

b.  At-Tha’ah (taat), sebagaimana terkandung pada firman Allah:

لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالأَْرْضِ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ

“apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya” Q.s. Al-Baqarah:116

Kata Ikrimah, tentang firman Allah: kullu lahu qanitin, “Dikatakan: al-Qanit al-muthi’ (yang taat)” Lihat, Tahdzib al-Lughah, III:196

c.  As-Shalah (salat), sebagaimana terkandung pada firman Allah:

يَا مَرْيَمُ اقْنُتِي لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ (2) آل عمران / 43

“Hai Maryam, qunutlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku” Q.s. Ali Imran:43

Kata Imam as-Syaukani: “(makna ayat) panjangkanlah berdiri (berdiri lama) dalam salat atau dawamkanlah salat” (Lihat, Fath al-Qadir, I:510)

d.  Thul al-Qiyam (berdiri lama), sebagaimana terkandung pada sabda Nabi saw.:

أَفْضَل الصَّلاَةِ طُول الْقُنُوتِ

“Salat yang paling utama adalah yang lama berdirinya” Hr. Muslim, Shahih Muslim, I:520, Ibnu Majah, Sunan Ibn Majah, I:456, dan Ahmad, al-Musnad, III:302.

Dan ucapan Ibnu Umar sebagai berikut:

سُئِل ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنِ الْقُنُوتِ ، فَقَال : مَا أَعْرِفُ الْقُنُوتَ إِلاَّ طُول الْقِيَامِ ، ثُمَّ قَرَأَ قَوْله تَعَالَى: { أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْل سَاجِدًا وَقَائِمًا }  الزمر / 9

Ibnu Umar ditanya tentang qunut. Maka beliau menjawab, “Saya tidak mengetahui makna qunut selain berdiri lama” Lalu beliau membaca firman Allah: (artinya) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri (Q.s. Az-Zumar:9). H.r. Abu Ubed al-Qasim bin as-Salam

e.  As-Sukut (diam), sebagaimana terkandung pada ucapan Zaid bin Arqam:

كُنَّا نَتَكَلَّمُ فِي الصَّلاَةِ ، يُكَلِّمُ الرَّجُل صَاحِبَهُ وَهُوَ إِلَى جَنْبِهِ فِي الصَّلاَةِ حَتَّى نَزَلَتْ { وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ } (1) البقرة / 238 .فَأُمِرْنَا بِالسُّكُوتِ وَنُهِينَا عَنِ الْكَلاَمِ

“Kami bercakap-cakap dalam salat, seseorang berbicara kepada sahabatnya yang berada di sampingnya ketika salat hingga turun ayat: wa quumuu lillahi qaanitin (al-baqarah:238). Maka kami diperintah diam dan dilarang berbicara” H.r. al-Bukhari dan Muslim

Sedangkan secara istilah, sebagaimana dikatakan Ibnu ‘Allan:

الْقُنُوتُ عِنْدَ أَهْل الشَّرْعِ اسْمٌ لِلدُّعَاءِ فِي الصَّلاَةِ فِي مَحَلٍّ مَخْصُوصٍ مِنَ الْقِيَامِ

“Qunut menurut ahli syariat adalah nama bagi doa dalam salat pada tempat (posisi) tertentu waktu berdiri” Lihat, al-Futuhat ar-Rabbaniyyah ‘ala al-Adzkar an-Nawawiyyah, II:286

Tarikh Tasyri’ (Sejarah Penetapan Syariat Qunut)

Selama perjalanan dakwah Rasulullah saw., sungguh banyak musibah yang menimpa umat Islam, baik yang bersifat alami maupun karena faktor manusiawi, yaitu sifat hasud yang menimbulkan kezaliman.

Musibah karena faktor manusiawi pernah dialami oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya, terutama pada periode Mekah. Amar bin Yasir, Bilal bin Rabbah, dan sahabat lainnya, bahkan Rasul sendiri pernah diganggu oleh tokoh-tokoh Quraisy ketika salat di Masjidil Haram. Demikian pula ketika hijrah ke Madinah, musibah itu bukan berkurang bahkan terlalu banyak untuk dihitung. Meskipun demikian, pada umumnya musibah-musibah itu disikapi oleh beliau dengan berdoa biasa.

Namun ketika terjadi empat musibah besar, Rasulullah saw. menyikapinya secara berbeda. Sikap beliau itu menunjukkan bahwa musibah itu merupakan sesuatu yang “luar biasa” bagi beliau. Adapun musibah itu adalah sebagai berikut:

Pertama, pada tahun ke-2 hijrah, ketika pribadi-pribadi muslim berada dalam cengkraman kafir karena meninggalkan kemusyrikannya. Mereka mati terbunuh ketika hendak menemui Nabi saw. di Madinah, antara lain al-Walid bin al-Walid bin al-Mughirah, saudaranya Khalid bin al-Walid. Ia termasuk salah seorang di antara 70 orang dari kaum musyrik yang ditawan pada perang Badar. Setelah dibebaskan oleh saudaranya Hisyam dan Khalid, ia masuk Islam. Karena itu, ia dilecehkan dan ditahan oleh kaum musyrik di Mekah. Maka Nabi mendoakan keselamatan bagi dirinya waktu qunut, sebagaimana diterangkan oleh Abu Hurairah:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو فِي دُبُرِ صَلَاةِ الظُّهْرِ اللَّهُمَّ خَلِّصِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ وَضَعَفَةَ الْمُسْلِمِينَ مِنْ أَيْدِي الْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا – رواه أحمد –

“Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah berdoa pada akhir salat dzuhur, ‘Ya, Allah, selamatkanlah al-Walid bin al-Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Ayasy bin Abu Rabi’ah, dan kaum muslimin yang lemah, dari kezhaliman orang musyrik, mereka tidak mampu untuk keluar dari mereka’.” H.r. Ahmad

Pada riwayat Al-Bukhari diterangkan secara tegas dengan beberapa redaksi:

كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ عَلَى أَحَدٍ أَوْ يَدْعُوَ لِأَحَدٍ قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ فَرُبَّمَا قَالَ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ …
Beliau bila hendak mendoakan kecelakan atas seseorang atau mendoakan kebaikan bagi seseorang, beliau qunut sesudah ruku (kadang-kadang Abu Huraerah berkata) sesudah mengucapkan sami’allahu liman hamidah, ya Allah selamatkanlah al-Walid bin al-Walid…

قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو فِي الْقُنُوتِ اللَّهُمَّ أَنْجِ سَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ اللَّهُمَّ…
Nabi saw. berdoa waktu qunut, ‘Ya Allah, selamatkanlah Salamah bin Hisyam, ya Allah…

كَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ يَقُوْلُ اللَّهُمَّ أَنْجِ عَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ …
bila bangkit dari ruku terakhir beliau berdoa, ‘Ya Allah selamatkanlah Ayyasy bin Abu Mu’awiyah…

Doa Nabi diijabah, ia dapat meloloskan diri dari tawanan itu dan bertemu dengan Nabi saw. waktu Umrah al-Qadha. Lalu ia mengirim surat kepada saudaranya Khalid bin al-Walid agar masuk Islam. Melalui wasilah al-Walid inilah Khalid pun tertarik kepada Islam. Setelah Rasulullah saw. kembali ke Madinah, al-Walid bermaksud menyusul beliau. Namun sebelum sampai tujuan, ia dibantai oleh kaum kafir. (lihat, Al-Ishabah fi Tamyizis Shahabah, Juz VI, h. 590; Al-Isti’ab, IV:118-119)

Kedua, pada tahun ke-3 hijiriah ketika kaum Quraisy ingin menuntut balas atas kematian para pemimpin dan tokoh mereka yang tewas pada perang badar. Kekuatan Quraisy yang berjumlah 3000 orang dengan motif balas dendam, menyerang kaum muslimin yang berjumlah 600 orang yang  motifnya mempertahankan akidah, iman, dan agama Allah. Pada pertempuran ini, pahlawan-pahlawan teladan dari kalangan muslimin jatuh berguguran. Bahkan Rasul sendiri mengalami luka yang cukup serius, dengan wajah dan bibir pecah-pecah, serta dua buah gigi serinya tanggal. Nabi Muhamad berhasil lolos dari maut. Dengan segelintir sahabat yang masih hidup, beliau mendaki gunung Uhud, dan dapat menyelamatkan diri dari kejaran musuh.  Menurut Ibnu Jarir, sambil mengusap darah yang bercucuran pada wajahnya, beliau mengatakan, “Mengapa berjaya kaum yang mewarnai wajah nabi mereka dengan darah, padahal ia menyeru mereka kepada Allah” (Al-Kamil fit Tarikh, II:155) Sedangkan dalam riwayat Muslim diterangkan.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُسِرَتْ رَبَاعِيَتُهُ يَوْمَ أُحُدٍ وَشُجَّ فِي رَأْسِهِ فَجَعَلَ يَسْلُتُ الدَّمَ عَنْهُ وَيَقُولُ كَيْفَ يُفْلِحُ قَوْمٌ شَجُّوا نَبِيَّهُمْ وَكَسَرُوا رَبَاعِيَتَهُ وَهُوَ يَدْعُوهُمْ إِلَى اللَّهِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ( لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ )  – رواه مسلم –

“Sesungguhnya Rasulullah saw. pecah giginya pada perang Uhud dan luka di kepalanya,  …dan beliau berkata, ‘Mengapa berjaya kaum yang melukai Nabi mereka dan memecahkan giginya, padahal ia menyeru mereka kepada Allah, maka Allah menurunkan (ayat) laisa laka minal amri syaiun.”

Ayat laisa laka minal amri syaiun (Q.s. Ali Imran:128) diturunkan pada tahun ke-3 hijriah. Adapun maksud ayat tersebut, Allah swt. menerangkan taqsim atautanwi’  dengan menggunakan kata-kata au, yakni menerangkan golongan kafir yang menerima bermacam-macam nasib. Allah menakdirkan terjadinya peperangan, antara lain perang Uhud, yaitu Allah hendak membagi manusia kafir menjadi beberapa macam, ada sebagian yang musnah binasa, dan ada golongan yang lemah rendah, ada golongan yang diberi tobat, dan ada golongan yang disiksa, dan dalam ketentuan tersebut semuanya ada pada kekuasaan Allah, tidak ada sedikitpun wewenang dan kekuasaan pada kamu (wahai Muhamad) (Istifta, K.H.E. Abdurrahman)

Adapun sikap Rasulullah saw. dalam menghadapi peristiwa ini dapat kita lihat dari penjelasan para sahabat, antara lain Ibnu Umar:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَرَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ قَالَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ فِي الْأَخِيرَةِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ الْعَنْ فُلَانًا وَفُلَانًا فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ( لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ ) – رواه البخاري –

“Sesungguhnya Nabi saw. pada salat shubuh ketika bangkit dari ruku mengucapkan allahumma rabbana walakal hamdu, kemudian berdoa, ‘Ya Allah, laknatlah si Pola dan si Polan, maka Allah menurunkan (ayat) laisa laka minal amri…” H.r. Al-Bukhari

Sedangkan orang-orang yang didoakan oleh Nabi, dijelaskan pada riwayat Ahmad sebagai berikut:

اللَّهُمَّ الْعَنِ الْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ اللَّهُمَّ الْعَنْ سُهَيْلَ بْنَ عَمْرٍو اللَّهُمَّ الْعَنْ صَفْوَانَ بْنَ أُمَيَّةَ قَالَ فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ  (لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ) قَالَ فَتِيبَ عَلَيْهِمْ كُلِّهِمْ – أحمد –

“Ya Allah laknatlah al-Harits bin Hisyam, ya Allah laknatlah Suhail bin Amr, ya Allah laknatlah Shafwan bin Umayyah (Ibnu Umar berkata) maka turun ayat ini laisa laka…(Ibnu Umar berkata) Lalu tobat mereka diterima” H.r. Ahmad

Ketiga, Rombongan ‘Adhl dan al-Qarah, kaum kafir dari kabilah Banu Lihyan, memohon kepada Rasulullah agar mengirimkan para muballigh. Tapi ternyata mereka berkhianat, 8 orang di antara utusan  Rasul yang dipimpin Ashim bin Tsabit (kakek Ashim bin Umar bin Khatab) itu dibunuh dengan cara yang kejam, di pangkalan air milik Hudzail di daerah yang disebut ar-Raji’ (sekitar Hijaz), sedangkan 2 orang ditangkap dan ditawan, yang kemudian dibawa ke Mekah dan dijual. Kedua orang tersebut ialah Khubaib bin ‘Adi dan Zaid bin ad-Datsinah. Dalam keadaan terkepung dan sebelum dibunuh, Ashim berdoa:

أَللَّهُمَّ أَخْبِرْ عَنَّا نَبِيَّكَ

“Ya Allah, kabarkanlah kepada nabi-Mu tentang kami” .

Peristiwa itu terkenal dengan nama ar-Raji’ (Lihat, Fathul Bari, VII:130-131;Tarikh at-Thabari, II:77; As-Sirah an-Nabawiyyah libni Hisyam, IV:123;)

Keempat, rombongan Ri’lin dan Dzakwan, kaum kafir dari kabilah Banu Sulaim, mengundang mubaligh-mubaligh Islam, dan berjanji akan menjamin keamanannya. Tapi ternyata mereka berkhianat, membunuh secara biadab 70 orang al-qurra. Al-Qurra adalah mereka yang pada siang hari giat mencari rezeki dengan jalan yang halal, kemudian hasilnya dipergunakan memenuhi keperluan maka para ahli Suffah. Para Ahlu Suffah adalah para pelajar yang menetap di serambi mesjid Rasulullah saw. Al-Qurra itu sendiri pada malam harinya turut juga belajar kepada Rasulullah saw., pada setiap malam mereka giat mendirikan salat dan membaca Alquran. Peristiwa itu terkenal dengan nama Bi’ru Ma’unah. (lihat, Fathul Bari, VII:139, Zadul Ma’ad, III:214)

Kedua peristiwa di atas terjadi pada bulan dan tahun yang sama, yaitu bulan Shafar tahun ke-4 hijriah. Karena berdekatannya peristiwa tersebut, oleh Imam Al-Bukhari keduanya dijadikan judul secara bergandengan dalam kitab al-Maghazi. (lihat, Fathul Bari, VII:130)

Rasulullah saw. sangat terpukul setelah mendengar berita peristiwa tersebut. Anas bin Malik mengatakan:

قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا حِينَ قُتِلَ الْقُرَّاءُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَزِنَ حُزْنًا قَطُّ أَشَدَّ مِنْهُ – رواه البخاري –

“Sesungguhnya Nabi saw. berqunut sebulan lamanya ketika al-qurra dibunuh, dan saya tidak pernah melihat beliau berduka cita yang lebih mendalam dari itu” H.r. Al-Bukhari

Adapun  sikap beliau terhadap peristiwa tersebut dapat dilihat pada keterangan-keterangan sebagai berikut: Ibnu Abas mengatakan:

قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلَاةِ الصُّبْحِ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ

Rasulullah saw. pernah berqunut selama sebulan berturu-turut diwaktu dluhur, ashar,maghrib, isya dan shubuh diakhir tiap-tiap salat sesudah beliau membaca samiallahu liman hamidah dari rakaat yang terakhir. Beliau mendoakan kecelakaan atas mereka kabilah-kabilah Bani Sulaim, yaitu bani Ri’il, Dzakwan dan Ushayyah, dan makmum yang ada di belakang mengaminkan beliau. H.R. Abu Daud, Sunan Abu Daud II:68; Ahmad, Musnad Ahmad I:301; Ibnu Khuzaimah, Sahih Ibnu Khuzaimah I:313; Al Hakim, Al Mustadrak I: 348; Al Baihaqi, As Sunanul Qubra II:200.

Anas mengatakan:

قَنَتَ شَهْرًا فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ وَبَنِي لِحْيَانَ – رواه البخاري –

“Beliau qunut sebulan lamanya pada salat subuh mendoakan kecelakaan atas kabilah-kabilah Arab, yaitu  Ri’il, Dzakwan, Ushayyah, dan Banu Lihyan.” H.r. Al-Bukhari

Al-Qasthalani berkata, “Dari doa ini akan disangka bahwa Banu Lihyan termasuk kaum yang membunuh al-Qura di Bi’ru Ma’unah. Padahal tidak demikian, karena yang membunuh al-Qura hanya Ri’il, Dzakwan, Ushayyah, dan sahabat mereka dari kaum Banu Sulaim, sedangkan Banu Lihyan adalah yang membunuh utusan ar-Raji’. Dan berita kematian mereka (peristiwa Bi’ru Ma’unah dan ar-Raji’) sampai kepada Nabi pada waktu yang sama, lalu beliau menduakan para sahabatnya yang terbunuh di dua tempat dengan du’a yang sama” Lihat, Bulughul Amani, juz. III, hal. 297

Ibnu Hajar mengatakan, “Dalil yang menunjukkan berdekatannya kedua peristiwa tersebut adalah hadis Anas bahwa Nabi menyatukan (penyebutan) antara Banu Lihyan dan Banu Ushayyah serta yang lainnya pada doa beliau” Fathul Bari, VIII:132

Keterangan-keterangan di atas menunjukkan bahwa keempat musibah di atas disikapi oleh Nabi saw. dengan sikap yang istimewa, berdoa secara khusus dan dengan amaliah yang khusus, yaitu setelah bangkit dari ruku pada rakaat terakhir di salat wajib. Amaliah ini oleh para sahabat diistilahkan dengan qunut.

Qunut dilakukan oleh Nabi saw. dengan memperhatikan kualitas orang yang terkena musibah itu, bukan kuantitasnya, bukan karena dahsyatnya peristiwa yang terjadi, melainkan karena hilangnya sokoguru kehidupan Islam untuk masa depan. Wafatnya kader-kader terbaik yang kuat akidahnya serta patuh terhadap Islam secara lahir batin. Kaum muslimin kehilangan “tangan-tangan suci” untuk perjuangan suci, kehilangan “putera-putera” Islam yang layak menempati kedudukan mulia. Bagaimanakah kehidupan masyarakat akan terselenggara dengan baik bila orang-orang seperti tidak muncul kembali ? Dengan wafatnya mereka maka hakikat Islam akan hilang dari muka Bumi.

Dengan demikian, tidak setiap musibah yang menimpa kaum muslimin layak disikapi dengan qunut, justru banyak peristiwa yang terjadi yang harus disikapi dengan introspeksi dan mencari solusi, bukan dengan qunut.

Dari keterangan-keterangan di atas, kami berkesimpulan bahwa Qunut dilakukan ketika terjadi musibah besar bagi Islam, yaitu terbunuhnya orang-orang yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1.     sokoguru kehidupan Islam untuk masa depan.
2.    kader-kader terbaik yang kuat akidahnya serta patuh terhadap Islam secara lahir batin
3.    “tangan-tangan suci” untuk perjuangan suci.
4.    Putera-putera Islam yang layak menempati kedudukan mulia

Qunut Tiap Shubuh

Masalah qunut khusus pada salat shubuh merupakan masalah lama yang telah diperbincangkan oleh para ulama, ustadz, dan orang-orang awam. Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa qunut Shubuh itu sunnah, bahkan ada pula yang berpendapat bahwa qunut itu bagian dari shalat, apabila tidak diker-jakan, maka shalatnya tidak sempurna, bahkan mereka katakan harus sujud sahwi. Ada pula yang berpendapat bahwa qunut Shubuh itu tidak boleh dikerjakan, bahkan ada pula yang berpendapat bahwa qunut Shubuh itu bid’ah.

Pendapat Ulama Yang Menyunnahkannya

Sebagian orang ada yang mengatakan: “Madzhab kami berpendapat sunnah berqunut pada shalat Shubuh, baik ada nazilah ataupun tidak ada nazilah.”

Apabila kita perhatikan kita dapat mengetahui bahwa yang melatarbelakangi pendapat mereka adalah ‘anggapan’ mereka tentang ke-shahih-an hadits tentang qunut Shubuh secara terus-menerus. Akan tetapi setelah dianalisa hemat kami semua hadis tersebut ternyata dha’if (lemah). Penjelasan kedaifannya dapat dibaca pada pembahasan selanjutnya.

Kemungkinan besar, ulama yang menyunahkannya belum mengetahui tentang kelemahan hadis-hadis itu. Bila kita bandingkan dengan pernyataan para ulama sebagai berikut:

1.       Imam Ibnul Mubarak berpendapat tidak ada qunut pada salat Shubuh.

2.      Imam Abu Hanifah berkata: “Qunut Shubuh (terus-menerus itu) dilarang.” Lihat, Subul as-Salam, I:378.

3.      Abul Hasan al-Kurajiy asy-Syafi’i (wafat th. 532 H), beliau tidak mengerjakan qunut Shubuh. Dan ketika ditanya: “Mengapa demikian?” Beliau menjawab, “Tidak ada satu pun hadits yang shah tentang masalah qunut Shubuh!!”Lihat, Silsilah al-Ahaadits adh-Dha’iifah wa al-Maudhu’ah, II:388.

4.      Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Tidak ada sama sekali petunjuk dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan qunut Shubuh terus-menerus. Jumhur ulama berkata: “Tidaklah qunut Shubuh ini dikerjakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan tidak ada satupun dalil yang sah yang menerangkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan demikian.” Lihat, Zaad al-Ma’aad, I:271 & 283, tahqiq Syu’aib al-Arnauth dan ‘Abdul Qadir al-Arnauth

5.      Syaikh Sayyid Sabiq berkata, “Qunut Shubuh tidak disyari’atkan kecuali bila ada nazilah (musibah) itu pun dilakukan di lima waktu shalat, dan bukan hanya di waktu shalat Shubuh. Imam Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, Ibnul Mubarak, Sufyan ats-Tsauri dan Ishaq, mereka semua tidak melakukan qunut Shubuh.” Lihat, Fiqh as-Sunnah, I:167-168

Di sini akan kami kemukakan hadis-hadis yang dijadikan pegangan oleh mereka yang berpendapat qunut Shubuh itu sunnah atau bagian dari shalat, dan pendapat para ulama-ulama yang berpendapat sebaliknya karena hadis-hadis itu dianggap daif.

Hadis Pertama

Dari Anas bin Malik, ia berkata:

مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا

“Rasulullah saw. senantiasa berqunut pada salat shubuh hingga beliau berpisah dari dunia (wafat).” H.r. Ahmad, al-Musnad, III:162; ‘Abdurrazzaq, al-Mushannaf, III:110; Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannaf, II:312; ath-Thahawi,Syarah Ma’an al-Atsar, I:244; ad-Daraquthni, Sunan ad-Daraquthni, II:39; al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, II:201; al-Baghawi, Syarh as-Sunnah, III:124; Ibn al-Jauzi, al-‘Ilal al-Mutanahiyah, I:441, No.753.

Semuanya telah meriwayatkan hadits ini dari jalan Abu Ja’far ar-Razi (yang telah menerima hadits ini) dari Rubaiyyi’ bin Anas, ia berkata, “Aku pernah duduk di sisi Anas bin Malik, lalu ada (seseorang) yang bertanya, ‘Apakah sesungguhnya Rasulullah saw, pernah qunut selama sebulan?’ Kemudian Anas bin Malik menjawab, ‘…(Seperti redaksi hadis di atas).

Keterangan: Hadis ini telah dinyatakan daif oleh para Ahli Hadis:

1.   Imam Ibnu Turkamani yang memberikan ta’liq (ko-mentar) atas Sunan Baihaqi membantah pernyataan al-Baihaqi yang mengatakan hadits itu shahih. Ia berkata: “Bagaimana mungkin sanadnya shahih? Sedang perawi yang meriwayatkan dari Rubaiyyi’, yaitu Abu Ja’far ‘Isa Bin Mahan Ar-Razi, diperbincangkan oleh para Ahli Hadits. (Lihat, as-Sunan al-Kubra, I:202)

[1]. Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam an-Nasa-i ber-kata, “Ia bukan orang yang kuat riwayatnya”. [2]. Imam Abu Zur’ah berkata, “Ia banyak salah”. [3]. Imam al-Fallas berkata, “Ia buruk hafalannya”. [4]. Imam Ibnu Hibban menyatakan bahwa ia sering membawakan hadis-hadis munkar dari orang-orang yang masyhur” (Lihat, Mizan al-I’tidal, III:319, Tarikh Baghdad, XI:146, Tahdzib at-Tahdzib, XII:57)

2.  Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Abu Ja’far ini telah didaifkan oleh Imam Ahmad dan imam-imam yang lain… Syaikh kami Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata kepadaku, ‘Sanad hadits ini (hadits qunut Shubuh) sama dengan sanad hadits (yang ada dalam Mustadrak al-Hakim, II:323-324) tentang ma-salah Ruh yang diambil perjanjian dalam surat al-A’raf:172…Ibnul Qayyim berkata, “Maksud dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ialah bahwa Abu Ja’far ‘Isa bin Mahan ar-Razi adalah orang yang sering membawakan hadis-hadis munkar. Yang tidak ada seorang pun dari Ahli Hadits yang berhujjah dengannya ketika dia menyendiri (dalam periwayatannya).” Saya katakan: “Dan di antara hadis-hadis itu ialah hadis qunut Shubuh terus-menerus.”(Lihat, Zaad al-Ma’aad, I:276)

3.  Al-Hafizh Ibnu Katsir ad-Damsyqiy asy-Syafi’i dalam kitab tafsirnya juga menyatakan bahwa riwayat Abu Ja’far ar-Razi itu munkar.

4.  Al-Hafizh az-Zaila’i dalam kitabnya Nashb ar-Raayah (II;132) sesudah membawakan hadits Anas di atas, ia berkata: “Hadits ini telah dilemahkan oleh Ibnul Jauzi di dalam kitabnya at-Tahqiq dan al-‘Ilalul Muta-nahiyah, ia berkata: Hadits ini tidak sah, karena sesungguhnya Abu Ja’far ar-Razi, namanya adalah Isa bin Mahan, dinyatakan oleh Ibnul Madini: ‘Ia sering keliru.’”

5.  Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata, “Hadis Anas munkar.” Lihat,Silsilah al-Ahaadits adh-Dha’iifah, No. 1238.

Hadis Kedua

قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَأَحْسِبُهُ قَالَ رَابِعٌ حَتَّى فَارَقْتُهُمْ

Rasulullah saw. pernah qunut, begitu juga Abu bakar, Umar, Usman. dan saya (rawi) menyangka dan yang keempat berkata sampai saya berpisah dengan mereka”. H.r. ad-Daruquthni, Sunan ad-Daruquthni, II:166-167 dan al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, II:201, Keduanya telah meriwayatkan hadits yang kedua ini dari jalan Isma’il bin Muslim al-Makki dan Ibnu Ubaid (yang keduanya telah terima hadits ini ) dari al-Hasan al-Bashri (yang telah terima hadits ini) dari Anas (bin Malik).

Penjelasan para ahlis hadis tentang rawi hadis diatas

1.     Isma’il bin Muslim al-Makki, ia adalah seorang yang lemah haditsnya. Abu Zur’ah berkata, “Ia adalah seorang perawi yang lemah.” Imam Ahmad dan yang lainnya berkata, “Ia adalah seorang munkarul hadits.”Imam an-Nasa-i dan yang lainnya berkata, “Ia seorang perawi yang matruk (seorang perawi yang ditinggalkan atau tidak dipakai, karena tertuduh dusta).”Imam Ibnul Madini berkata, “Tidak boleh ditulis haditsnya …”. Lihat, Mizan al-I’tidal, I:248 No. 945, Taqrib at-Tahdzib, I:99 No. 485.

2.    Amr bin Ubaid bin Bab (Abu ‘Utsman al-Bashri), adalah seorang Mu’tazilah yang selalu mengajak manusia untuk berbuat bid’ah. Imam Ibnu Ma’in berkata, “Tidak boleh ditulis haditsnya.”Imam an-Nasa-i berkata: “Ia matrukul hadits.”Lihat, Mizan al-I’tidal III:273 No. 6404, Taqrib at-Tahdzib, I:740 No. 5087.

3.    Hasan bin Abil Hasan Yasar al-Bashri, namanya yang sudah masyhur adalah Hasan al-Bashri. Al-Hafizh adz-Dzahabi dan al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Ia adalah seorang Tabi’in dan seorang yang mempunyai keutamaan, akan tetapi ia banyak me-mursal-kan hadits dan sering melakukan tadlis. Dan dalam hadits di atas, ia memakai sighat ‘an (dari)”  Lihat, Mizan al-I’tidal, I:527, Tahdzib at-Tahdzib, II:231, Taqrib at-Tahdzib, I:202 No. 1231.

Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa hadis yang kedua di atas itu derajatnya dha’ifun jiddan (sangat lemah), sehingga hadis tersebut tidak dapat dijadikan penguat (syahid) bagi hadis Anas di atas. Dan sekaligus juga tidak dapat dijadikan sebagai hujjah.

Qunut Pada Salat Witir

Sepanjang pengetahuan kami, hadis tentang qunut pada salat witir diriwayatkan dari beberapa orang sahabat; Al-Hasan bin Ali, Ibnu Mas’ud,  Ubay bin Ka’ab, Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali bin Abu Thalib

Hadis qunut pada salat witir dari sahabat Al-Hasan bin Ali diriwayatkan melalui beberapa jalan dengan redaksi yang agak berbeda.

A. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Abu Daud, Al-Baghawi, Ath-Thabrani, dan Al-Hakim melalui rawi Abu Ishaq as-Sabi’i, dari Buraid bin Abu Maryam, dari Abu Al-Haura, dengan redaksi sebagai berikut:

قَالَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِىٍّ رضى الله عنهما عَلَّمَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِى الْوِتْرِ قَالَ ابْنُ جَوَّاسٍ فِى قُنُوتِ الْوِتْرِ « اللَّهُمَّ اهْدِنِى فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِى فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِى فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِى شَرَّ مَا قَضَيْتَ إِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ ».

Al-Hasan bin Ali berkata, “Rasulullah saw. Telah mengajarkan kepadaku beberapa kalimat yang aku ucapkan pada witir. Kata Ibnu Jawwas dengan lafal “pada qunut witir”: Allaahummah dinii fiiman hadaita.. (lihat, Sunan At-Tirmidzi, II:328, Sunan Abu Daud, I:329, Syarh as-Sunnah, III:172, al-Mu’jam al-Kabir, III:73 hadis No. 2701, 2702, 2703, 2706, 2707, 2713, Al-Mustadrak, III:173)

B. Diriwayatkan oleh An-Nasai (Sunan An-Nasai, III:275) melalui rawi-rawi yang sama dengan di atas, dengan redaksi

عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِي الْوِتْرِ فِي الْقُنُوتِ اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ إِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimi, dan Ath-Thabrani dengan lafazh    <span>فى قنوت الوتر</span>  (lihat, Sunan Ibnu Majah, II:49-50; Musnad Ahmad I:200; Sunan Ad-Darimi, I:373; Al-Mu’jam al-Kabir, III:74 hadis No. 2705, 2712)

C. Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani (Al-Mu’jam al-Kabir, III:72 hadis No. 2700 ) melalui rawi Hisyam bin Urwah, dari Aisyah, dari Al-Hasan bin Ali, dengan redaksi

عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دُعَاءَ<span> الْقُنُوْتِ فِى الْوِتْرِ </span>اللَّهُمَّ اهْدِنَا فِيمَنْ هَدَيْتَ ، وَعَافِنَا فِيمَنْ عَافَيْتَ ، وَتَوَلَّنَا فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ ، وَبَارِكْ لَنَا فِيمَا أَعْطَيْتَ ، وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ ، إِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ ، وإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ

D. Diriwayatkan oleh Abdurrazaq (Al-Mushannaf III:117) melalui rawi Al-Hasan bin Umarah, dari Buraid bin Abu Maryam, dari Abu al-Haura, dengan lafazh

وَعَلَّمَنِي كَلِمَاتٍ أَدْعُوْ بِهِنَّ فِي آخِرِ الْقُنُوْتِ اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِي ، وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ

E. Diriwayatkan oleh Abu Ya’la (Musnad Abu Ya’la XII:127, No. 6759) melalui rawi Syu’bah, dari Ibnu Abi Maryam, dengan redaksi

قال ابن أبي مريم: سمعت السعدي يقول. قلت للحسن ما تحفظ من رسوالله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: سمعته يدعو فى هذا الدعاء اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ…

F. Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani (Al-Kabir III:75 hadis No. 2708) melalui rawi Al-Hasan bin Ubaidillah, dari Ibnu Abi Maryam, dari Abu Al-Haura, dengan lafazh

قلت للحسن بن علي … وعقلت عنه الصلوات الخمس وكلما أقولهن عند انقضائهن قال اللهم اهدني فيمن هديت …

G. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (as-Sunan al-Kubra, III:38, No. 5055) dan Al-Hakim (al-Mustadrak, III:188, No. 4800) melalui rawi Hisyam bin Urwah, dari Urwah, dari Aisyah, dengan redaksi

عَلَّمَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى وِتْرِى إِذَا رَفَعْتُ رَأْسِى وَلَمْ يَبْقَ إِلاَّ السُّجُودُ :« اللَّهُمَّ اهْدِنِى فِيمَنْ هَدَيْتَ ، وَعَافِنِى فِيمَنْ عَافَيْتَ ، وَتَوَلَّنِى فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ ، وَبَارِكْ لِى فِيمَا آتَيْتَ ، وَقِنِى شَرَّ مَا قَضَيْتَ ، إِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ ، إِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ – المستدرك على

Sedangkan hadis Ibnu Mas’ud diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan Ad-Daraquthni melalui rawi Alqamah dengan redaksi

بِتُّ مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- لأَنْظُرَ كَيْفَ يَقْنُتُ فِى وِتْرِهِ ، فَقَنَتَ قَبْلَ الرُّكُوعِ

“Aku bermalam bersama Nabi saw. Aku benar-benar melihat bagaimana beliau qunut pada witirnya. Beliau qunut sebelum ruku’.” Lihat, as-Sunan al-Kubra, III:41, No. 5060 dan Sunan Ad-Daraquthni II:32, No. 4.

Demikian pula diriwayatkan Ad-Daraquthni melalui rawi Suwaid bin Ghaflah dari sahabat Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali dengan redaksi

عَنْ سُوَيْد بْنِ غَفَلَةَ، قَالَ سَمِعْت أَبَا بَكْرٍ. وَعُمَرَ. وَعُثْمَانَ. وَعَلِيًّا، يَقُولُونَ: قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي آخِرِ الْوِتْرِ، وَكَانُوا يَفْعَلُونَ ذَلِكَ

Dari Suwaid bin Ghaflah, ia berkata, “Aku mendengar Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali mereka berkata, ‘Rasulullah saw. qunut di akhir witir’. Dan mereka pun melakukan hal itu”. Lihat, Sunan Ad-Daraquthni, II:22

Hadis yang semakna diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah (Sunan Ibnu Majah II:5) melalui rawi Said bin Abdurrahman bin Abza, dari sahabat Ubay bin ka’ab.

Berdasarkan riwayat-riwayat di atas, sebagian ulama menetapkan adanya qunut pada salat witir.

Kritikan Terhadap Hadis-hadis di atas dari para ulama:

1.   Hadis Al-Hasan bin Ali (A&B) tidak dapat dipakai hujjah, karena semua sanadnya melalui seorang rawi bernama Amr bin Abdullah bin Ubaid yang dikenal dengan sebutan Abu Ishaq as-Sabi’i. Ibnu Hajar berkata, “Tsiqat, muktsirun (banyak meriwayatkan hadis), ‘abid (ahli ibadah), mukhtalith (pikun) di akhir hayatnya” Lihat, Tahdzib al-Kamal, XXII:113.

Sebagai bukti bahwa ia rawi yang telah pikun dapat dilihat pada periwayatan Al-Baihaqi, ketika menyebutkan riwayat dari Al-Hasan atau Al-Husen. Asy-Syaukani berkata, “Barang kali ia telah buruk hapalannya tentang hal itu, sehingga lupa apakah Al-Hasan atau Al-Husen ?” Lihat, Nailul Authar, III:52.

2.  Hadis Al-Hasan (D) juga tidak dapat dipakai hujjah, karena pada sanadnya terdapat seorang rawi bernama Al-Hasan bin Umarah. Abu Hatim, Muslim, An-Nasai, dan Ad-Daraquthni mengatakan, “Dia matrukul hadits” Lihat, Tahdzib al-Kamal, VI:271

3.  Hadis Ibnu Mas’ud, yang melalui rawi Alqamah juga tidak dapat dipakai hujjah, karena pada sanadnya terdapat seorang rawi bernama Aban bin Abu Ayasy. Abu Hatim berkata, “Matrukul Hadits” Lihat, Tahdzib al-Kamal, II:19.

4.  Hadis Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali riwayat Ad-Daraquthni juga tidak dapat dipakai sebagi hujjah, karena pada sanadnya terdapat seorang rawi bernama Amr bin Syamr. Al-Bukhari berkata, “Munkarul Hadits”. Lihat, Sunan Ad-Daraquthni, II:32.

5.  Hadis Ubay bin Ka’ab riwayat Ibnu Majah tidak dapat dipakai sebagai hujjah, karena pada sanadnya terdapat seorang rawi bernama Fithr bin Khalifah. Imam Ahmad berkata, “Dia syiah ghulath” Lihat, Tahdzib al-Kamal, XXIII:314.

Karena hadis-hadis qunut pada witir daif, maka qunut tidak disyariatkan pada salat witir. Dengan demikian qunut hanya disyariatkan pada salat wajib ketika terjadi nazilah, yakni pada rakaat terakhir setelah bangkit dari ruku dengan redaksi doa sesuai keperluan.

Tanggapan:

Dalil yang menyunnahkan qunut subuh, yang digunakan oleh kalangan Asy Syafi’iyah dan Malikiyah adalah riwayat dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Shallallahu ‘AAlaihi wa Sallam senantiasa melakukan qunut shubuh sampai faraqat dunia (meninggalkan dunia/wafat). (HR. Ahmad No. 12196. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, 2/201. Abdurrazzaq, Al Mushannaf, No. 4964. Ath Thabarai, Tahdzibul Atsar, No. 2682, 2747, katanya: shahih. Ad Daruquthni No. 1711. Al Haitsami mengatakan: rijal hadits ini mautsuq (bisa dipercaya). Majma’ Az Zawaid, 2/139)

Sementara Al Hafizh Az Zaila’i menyebutkan riwayat dari Ishaq bin Rahawaih dalam Musnad-nya, lafaznya dari Rabi’ bin Anas: Ada seorang laki-laki datang kepada Anas bin Malik dan bertanya: “Apakah Rasulullah berqunut selama satu bulan saja untuk mendoakan qabilah?” Anas pun memberikan peringatakan padanya, dan berkata: “Rasulullah senantiasa berqunut shubuh sampai beliau meninggalkan dunia.” Ishaq berkata: hadits yang berbunyi: tsumma tarakahu (kemudian beliau meninggalkannya) maknanya adalah beliau meninggalkan penyebutan nama-nama qabilah dalam qunutnya.” (Nashbur Rayyah, 3/183) Jadi, bukan meninggalkan qunutnya, tetapi meninggalkan penyebutan nama-nama qabilah yang beliau doakan dalam qunut nazilah.

Imam Asy Syaukani, menyebutkan dari Al Hazimi tentang siapa saja yang berpendapat bahwa qunut subuh adalah masyru’ (disyariatkan), yakni kebanyakan manusia dari kalangan sahabat, tabi’in, orang-orang setelah mereka dari kalangan ulama besar, sejumlah sahabat dari khalifah yang empat, hingga sembilan puluh orang sahabat nabi, Abu Raja’ Al ‘Atharidi, Suwaid bin Ghaflah, Abu Utsman Al Hindi, Abu Rafi’ Ash Shaigh, dua belas tabi’in, juga para imam fuqaha seperti Abu Ishaq Al Fazari, Abu Bakar bin Muhammad, Al Hakam bin ‘Utaibah, Hammad, Malik, penduduk Hijaz, dan Al Auza’i. Dan, kebanyakan penduduk Syam, Asy Syafi’i dan sahabatnya, dari Ats Tsauri ada dua riwayat, lalu dia (Al Hazimi) mengatakan: kemudian banyak manusia lainnya. Al ‘Iraqi menambahkan sejumlah nama seperti Abdurraman bin Mahdi, Sa’id bin Abdul ‘Aziz At Tanukhi, Ibnu Abi Laila, Al Hasan bin Shalih, Daud, Muhammad bin Jarir, juga sejumlah ahli hadits seperti Abu Hatim Ar Razi, Abu Zur’ah Ar Razi, Abu Abdullah Al Hakim, Ad Daruquthni, Al Baihaqi, Al Khathabi, dan Abu Mas’ud Ad Dimasyqi. (Nailul Authar, 2/345-346) Itulah nama-nama yang meyetujui qunut subuh pada rakaat kedua.dikutip Imam At Tirmidzi sebagai berikut:

قَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ إِنْ قَنَتَ فِي الْفَجْرِ فَحَسَنٌ وَإِنْ لَمْ يَقْنُتْ فَحَسَنٌ

“Berkata Sufyan Ats Tsauri: “Jika berqunut pada shalat shubuh, maka itu bagus, dan jika tidak berqunut itu juga bagus.” (Lihat Sunan At Tirmidzi, keterangan hadits No. 401)

Imam Asy Syaukani dalam Nailul Authar:

وقال الثوري وابن حزم : كل من الفعل والترك حسن

“Berkata Ats Tsauri dan Ibnu Hazm: “Siapa saja yang yang melakukannya dan meninggalkannya, adalah baik.” (Nailul Authar, 2/346)

Imam Ibnul Qayyim juga memaparkan adanya kelompok yang menolak qunut secara mutlak termasuk qunut nazilah, yakni para penduduk Kufah. Beliau pun tidak menyetujui pendapat ini, hingga akhirnya Beliau menempuh jalan pertengahan, yakni jalannya para ahli hadits. Katanya:

فأهلُ الحديث متوسطون بين هؤلاء وبين من استحبه عند النوازل وغيرها، وهم أسعدُ بالحديث من الطائفتين، فإنهم يقنُتون حيثُ قنت رسولُ اللّه صلى الله عليه وسلم، ويتركُونه حيث تركه، فيقتدون به في فعله وتركه،ويقولون: فِعله سنة، وتركُه لسنة، ومع هذا فلا يُنكرون على من داوم عليه، ولا يكرهون فعله، ولا يرونه بدعة، ولا فاعِلَه مخالفاً للسنة، كما لا يُنكِرون على من أنكره عند النوازل، ولا يرون تركه بدعة، ولا تارِكه مخالفاً للسنة، بل من قنت، فقد أحسن، ومن تركه

فقد أحسن

“Maka, ahli hadits adalah golongan pertengahan di antara mereka (penduduk Kufah yang membid’ahkan) dan golongan yang menyunnahkan qunut baik nazilah atau selainnya, mereka telah dilapangkan oleh hadits dibandingkan dua kelompok ini. Sesungguhnya mereka berqunut karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukannya, mereka juga meninggalkannya ketika Rasulullah meninggalkannya, mereka mengikutinya baik dalam melakukan atau meninggalkannya. Mereka (para ahli hadits) mengatakan: melakukannya adalah sunah, meninggalkannya juga sunah, bersamaan dengan itu mereka tidak mengingkari orang-orang yang merutinkannya, dan tidak memakruhkan perbuatannya, tidak memandangnya sebagai bid’ah, dan tidaklah pelakunya dianggap telah berselisih dengan sunnah, sebagaimana mereka juga tidak mengingkari orang-orang yang menolak qunut ketika musibah, mereka juga tidak menganggap meninggalkannya adalah bid’ah, dan tidak pula orang yang meninggalkannya telah berselisih dengan sunnah, bahkan barang siapa yang berqunut dia telah berbuat baik, dan siapa yang meninggalkannya juga baik.” (Ibid, 1/274-275)

Syaikh ‘Athiyah Shaqr menilai pendapat pertengahan Imam Ibnul Qayyim ini adalah pendapat yang terbaik dalam masalah qunut. (Fatawa Al Azhar, 5/9)

dari Said bin Jubair, dia berkata aku bersaksi bahwa aku mendengar, dari Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata, “Qunut yang ada pada shalat subuh adalah bid’ah.” (HR. Ad Daruquthni No. 1723)

Tetapi riwayat ini dhaif (lemah). (Nashbur Rayyah, 3/183). Imam Al Baihaqi mengatakan: tidak shahih. (Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, 2/345. Maktabah Ad Da’wah Al Islamiyah) Karena di dalam sanadnya ada periwayat bernama Abdullah bin Muyassarah dia adalah seorang yang dhaiful hadits (hadits darinya dhaif). (Imam Ibnu Hajar, Tahdzibut Tahdzib, 6/ 44. Lihat juga Imam Al Mizzi, Tahdzibul Kamal, 16/197)

“Wahai Abu Abdirrahman (yaitu Ibnu Mas’ud) bagaimanakah bisa-bisanya engkau mengerjakan shalat bersama amirul mukminin Utsman tanpa qashar sedangkan Nabi, Abu Bakar dan Umar tidak pernah melakukannya. Beliau mengatakan, “Menyelisihi imam shalat adalah sebuah keburukan” (Diriwayatkan oleh Abu Daud)”

Maka atas hal ini dua-duanya adalah baik, apabila ketika kita mewajibkan qunut pada shalat shubuh sesungguhnya kita telah menghilangkan salah satu sunnah yaitu shalat tanpa qunut shubuh. begitu pula sebaliknya semoga tulisan yang singkat ini menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk orang-orang yang menolak untuk melakukan qunut pada shalat shubuh maupun orang-orang yang mewajibkan qunut untuk shalat shubuh ataupun orang yang menolak mengikuti imam apabila qunut dalam shalat shubuh ataupun bagi orang-orang yang qunut/mengulangi shalat ketika imam tidak qunut ! Wallahu a’lam musta’an….

Bantahan:

1. barangkali inti permasalahan adalah perbedaan penilaian tentang status hadis Anas. Yang menyunahkan menilai hadis itu shahih, sementara yg membid’ahkan menilai hadis itu daif. Mana yang harus dipegang? Kalau sepakat dgn kaidah al-Jarh Muqaddamun ‘alat ta’dil idza kaana mubayyanas sabab (yang menilai cacat harus didahulukan daripada yg memuji bila dijelaskan sebab daifnya), maka hemat kami yg menilai daif harus didahulukan karena dijelaskan kedaifannya, yaitu rawi Abu Ja’far ‘Isa Bin Mahan Ar-Razi, seperti yg tlh diuraikan dalam makalah. Kecuali ada bantahan bahwa hadis itu tdk daif!!!

2. Tentang Penilaian Imam az-Zaila’i
“Sementara Al Hafizh Az Zaila’i menyebutkan riwayat dari Ishaq bin Rahawaih dalam Musnad-nya, lafaznya dari Rabi’ bin Anas: Ada seorang laki-laki datang kepada Anas bin Malik dan bertanya: “Apakah Rasulullah berqunut selama satu bulan saja untuk mendoakan qabilah?” Anas pun memberikan peringatakan padanya, dan berkata: “Rasulullah senantiasa berqunut shubuh sampai beliau meninggalkan dunia.” Ishaq berkata: hadits yang berbunyi: tsumma tarakahu (kemudian beliau meninggalkannya) maknanya adalah beliau meninggalkan penyebutan nama-nama qabilah dalam qunutnya.” (Nashbur Rayyah, 3/183) Jadi, bukan meninggalkan qunutnya, tetapi meninggalkan penyebutan nama-nama qabilah yang beliau doakan dalam qunut nazilah”.
Teks asli dari Imam az-Zaila’I sebagai berikut:
وَإِسْحَاقُ بْنُ رَاهْوَيْهِ فِي “مُسْنَدِهِ”، وَلَفْظُهُ عَنْ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَجُلٌ لِأَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: أَقَنَتَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شهراً يدعو عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ؟ قَالَ: فَزَجَرَهُ أَنَسٌ، وَقَالَ: مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا، قَالَ إسْحَاقُ: وَقَوْلُهُ ثُمَّ تَرَكَهُ “يَعْنِي تَرَكَ تَسْمِيَةَ الْقَوْمِ فِي الدُّعَاءِ”، انْتَهَى.
Lihat, Nashbur Rayah, terbitan Muassasah ar-Rayan lit Tiba’ah wan Nasyr, Beirut, Cet. I, 1418 H/1997 M, dengan tahqiq Muhamad ‘Awamah.
Hanya dengan memperhatikan terjemahan dan teks di atas, tanpa membaca secara utuh konteks pembahasan yang sedang ditampilkan oleh Imam az-Zaila’I, sangat dimaklumi bila para pembaca terjemahan itu berkesimpulan bahwa menurut Imam az-Zaila’I hadis qunut di subuh saja adalah sahih.
Namun sangat disayangkan, bila teks itu saja yang sengaja dipilih dan ditampilkan oleh pengutipnya karena dianggap cocok dengan fiqhnya.
Karena itu, kita akan tempatkan teks itu sesuai konteks pembahasan Imam az-Zaila’i.

Untuk memahami konteks pembahasan Imam az-Zaila’I tentu saja kita harus melihat posisi kitab Nashbur rayah secara genealogi kitab (silsilah dan corak kitab tersebut). Hemat kami, Nashbur Rayah adalah kitab takhrij atas hadis-hadis yang dimuat dalam kitab al-Hidayah Syarh Bidayah al-Mubtadi, kitab Fiqh Hanafi, karya Abul Hasan Ali bin Abu Bakr al-Margiyani (w. 593 H)
Hemat kami, teks yang disebutkan adalah bagian tak terpisahkan dari pembahasan yg panjang, dalam Kitab Nashbur Rayah terbitan di atas, dimulai dari jilid II, hal. 126 hingga hal. 137. Hadis Anas tentang qunut ditempatkan dalam konteks pembahasan:
الْحَدِيثُ السَّادِسُ بَعْدَ الْمِائَةِ : رَوَى ابْنُ مَسْعُودٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ شَهْرًا، ثُمَّ تَرَكَهُ
Hadis yang ke-106: Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi saw. Qunut pada salat subuh selama satu bulan, lalu beliau meninggalkannya. (Lihat, II:126)
Riwayat ini oleh penyusun al-Hidayah ditempatkan pada bab Shalah al-Witr (lihat, al-Hidayah, I:66)
Setelah itu beliau membahas ikhtilaf para ulama madzhab tentang keberlakukan syariat qunut: apakah dimansukh atau tidak. Lalu beliau menampilkan dan membahas berbagai dalil dan argumen dari para ulama itu.

Pada sub judul:
أَحَادِيثُ الْبَابِ :
Dicantumkan beberapa hadis:
1. hadis Ummu Salamah riwayat Ibnu Majah dan ad-Daraquthni:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْقُنُوتِ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ
Lalu diterangkan statusnya sebagai berikut:
وَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْلَى: وَعَنْبَسَةُ. وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ نَافِعٍ كلهم ضعفاء، ولايصح لِنَافِعٍ سَمَاعٌ مِنْ أُمِّ سَلَمَةَ، انْتَهَى. وَأَعَلَّهُ الْعُقَيْلِيُّ فِي كِتَابِهِ بِعَنْبَسَةَ، وَنُقِلَ عَنْ الْبُخَارِيِّ، أَنَّهُ قَالَ:تَرَكُوهُ.
2. hadis Shafiyyah binti Abu Ubaid riwayat ad-Daraquthni dengan redaksi yang sama. Lalu diterangkan pula statusnya sebagai berikut:
قَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ: وَصَفِيَّةُ هَذِهِ لَمْ تُدْرِكْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
3. hadis Abu Huraerah riwayat Ibnu Hiban dengan redaksi:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ، إلَّا أَنْ يَدْعُوَ لِقَوْمٍ، أَوْ عَلَى قَوْمٍ، انْتَهَى.
Namun beliau tidak menerangkan statusnya
4. hadis Anas riwayat al-Khatib al-Baghdadi dengan redaksi
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَقْنُتُ، إلَّا إذَا دَعَى لِقَوْمٍ، أَوْ دَعَى عَلَى قَوْمٍ
Lalu diterangkan statusnya sebagai berikut:
قَالَ صَاحِبُ التَّنْقِيحِ: وَسَنَدُ هَذَيْنِ الْحَدِيثَيْنِ صَحِيحٌ، وَهُمَا نَصٌّ فِي أَنَّ الْقُنُوتَ مُخْتَصٌّ بِالنَّازِلَةِ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ.
5. hadis Abdullah bin Masud riwayat at-Thabrani dengan redaksi
صَلَّيْت خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَأَبِي بَكْرٍ. وَعُمَرَ، فَمَا رَأَيْت أَحَدًا مِنْهُمْ قَانِتًا فِي صَلَاةٍ إلَّا فِي الْوِتْرِ
Lalu diterangkan statusnya sebagai berikut:
وَأَعَلَّهُ الْعُقَيْلِيُّ فِي “كِتَابِهِ” بِمُحَمَّدِ بْنِ جَابِرٍ، وَقَالَ: لَا يُتَابَعُ عَلَيْهِ، وَضَعَهُ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنْ غَيْرِ تَوْثِيقٍ
6. hadis Ibnu Umar riwayat Ibnu Adi dengan redaksi
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ ذَكَرَ الْقُنُوتَ، فَقَالَ: وَاَللَّهِ إنَّهُ لَبِدْعَةٌ4، مَا قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيْرَ شَهْرٍ وَاحِدٍ، انْتَهَى
Lalu diterangkan statusnya sebagai berikut:
وَأَعَلَّهُ بِبِشْرِ بْنِ حَرْبٍ، ثُمَّ قَالَ: وَهُوَ عِنْدِي لَا بَأْسَ بِهِ، وَلَا أَعْرِفُ لَهُ حَدِيثًا مُنْكَرًا، وَضَعَّفَهُ عَنْ النَّسَائِيّ. وَابْنِ مَعِينٍ
7. hadis Thariq riwayat at-Tirmidzi dengan redaksi
صَلَّيْت خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمْ يَقْنُتْ، وَصَلَّيْت خَلْفَ أَبِي بَكْرٍ فَلَمْ يَقْنُتْ، وَصَلَّيْت خَلْفَ عُثْمَانَ، فَلَمْ يَقْنُتْ، وَصَلَّيْت خَلْفَ عَلِيٍّ، فَلَمْ يَقْنُتْ، ثُمَّ قَالَ: يَا بُنَيَّ إنَّهَا بِدْعَةٌ،
Lalu diterangkan statusnya sebagai berikut:
وَاسْمُ أَبِي مَالِكٍ، سَعْدُ بن طارق بن الشيم، قَالَ الْبُخَارِيُّ: طَارِقُ بْنُ أَشْيَمَ، لَهُ صُحْبَةٌ، وَكَذَلِكَ قَالَ ابْنُ سَعْدٍ، قَالَ التِّرْمِذِيُّ1: حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ، وَلَفْظُهُ. وَلَفْظُ ابْنِ مَاجَهْ عَنْ أَبِي مَالِكٍ، قَالَ: قُلْت لِأَبِي: يَا أَبَتِ، إنَّك قَدْ صَلَّيْت خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَأَبِي بَكْرٍ. وَعُمَرَ. وَعُثْمَانَ. وَعَلِيٍّ بِالْكُوفَةِ، نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ، أَكَانُوا يَقْنُتُونَ فِي الْفَجْرِ؟ قَالَ: أَيْ بُنَيَّ، مُحْدَثٌ، انْتَهَى. وَقَدْ وَثَّقَ أَبَا مَالِكٍ، الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ. وَابْنُ مَعِينٍ. وَالْعِجْلِيُّ. وَقَالَ أَبُو حَاتِمٍ: صَالِحُ الْحَدِيثِ، يُكْتَبُ حَدِيثُهُ. وَقَالَ النَّسَائِيّ: لَيْسَ بِهِ بَأْسٌ، وَذَكَرَهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي “كِتَابِ الثِّقَاتِ”. وَقَدْ أَخْرَجَ مُسْلِمٌ فِي “صَحِيحِهِ” حَدِيثَيْنِ عَنْ أَبِي مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ، وَقَالَ الْبَيْهَقِيُّ: لَمْ يَحْفَظْ طَارِقُ بْنُ أَشْيَمَ الْقُنُوتَ عَمَّنْ صَلَّى خَلْفَهُ، فَرَآهُ مُحْدَثًا، وَقَدْ حَفِظَهُ غَيْرُهُ، فَالْحُكْمُ لِمَنْ حَفِظَ دُونَ مَنْ لَمْ يَحْفَظْ، وَقَالَ غَيْرُهُ: لَيْسَ فِي هَذَا الْحَدِيثِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُمْ مَا قَنَتُوا قَطُّ، بَلْ اتَّفَقَ أَنَّ طَارِقًا صَلَّى خَلْفَ كُلٍّ مِنْهُمْ، وَأَخَذَ بِمَا رَأَى، وَمِنْ الْمَعْلُومِ أَنَّهُمْ كَانُوا يَقْنُتُونَ فِي النَّوَازِلِ، وَهَذَا الْحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُمْ مَا كَانُوا يُحَافِظُونَ عَلَى قُنُوتٍ رَاتِبٍ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ.

Setelah itu beliau membuat sub judul:
الْآثَارُ:
Padanya dicantumkan beberapa atsar:
1. Amal Abu Bakar, Umar, dan Usman riwayat Ibnu Abi Syaibah dengan redaksi:
عَنْ أَبِي بَكْرٍ. وَعُمَرَ. وَعُثْمَانَ، أَنَّهُمْ كَانُوا لَا يَقْنُتُونَ فِي الْفَجْرِ
Namun tidak diterangkan statusnya
2. Amal Ali riwayat Ibnu Abi Syaibah dengan redaksi:
عَنْ عَلِيٍّ أَنَّهُ لَمَّا قَنَتَ فِي الصُّبْحِ أَنْكَرَ النَّاسُ عَلَيْهِ ذَلِكَ، فَقَالَ: إنَّمَا اسْتَنْصَرْنَا عَلَى عَدُوِّنَا
Namun tidak diterangkan statusnya
3. Amal Ibnu Abas, Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, dan Ibnu az-Zubair riwayat Ibnu Abi Syaibah dengan redaksi:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ. وَابْنِ مَسْعُودٍ. وَابْنِ عُمَرَ. وَابْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّهُمْ كَانُوا لَا يَقْنُتُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ
Namun tidak diterangkan statusnya
4. Perkataan Ibnu Umar riwayat Ibnu Abi Syaibah dengan redaksi:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ فِي قُنُوتِ الْفَجْرِ: مَا شَهِدْت، وَلَا عَلِمْت
Namun tidak diterangkan statusnya
5. Amal Umar riwayat Muhamad bin Muhamad al-Hasan dengan redaksi:
عَنْ الْأَسْوَدِ بْنِ يَزِيدَ أَنَّهُ صَحِبَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ سِنِينَ فِي السَّفَرِ وَالْحَضَرِ، فَلَمْ يَرَهُ قَانِتًا فِي الْفَجْرِ، حَتَّى فَارَقَهُ
Lalu dicantumkan keterangan Ibrahim an-Nakha’i:
قَالَ إبْرَاهِيمُ: وَأَهْلُ الْكُوفَةِ إنَّمَا أَخَذُوا عَنْ عَلِيٍّ، قَنَتَ يَدْعُو عَلَى مُعَاوِيَةَ حِينَ حَارَبَهُ، وَأَهْلُ الشَّامِ أَخَذُوا الْقُنُوتَ عَنْ مُعَاوِيَةَ، قَنَتَ يَدْعُو عَلَى عَلِيٍّ، انْتَهَى.
6. Perkataan Ibnu Abas riwayat al-Baihaqi dengan redaksi:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: الْقُنُوتُ فِي الصُّبْحِ بِدْعَةٌ
Lalu dicantumkan keterangan statusnya:
وَضَعَّفَهُ

Setelah selesai mencantumkan hadis-hadis yang menunjukkan tidak berlakunya qunut secara permanen. Selanjutnya beliau mencantumkan hadis-hadis yang menunjukkan sebaliknya, dengan sub judul
وَمِنْ أَحَادِيثِ الْخُصُومِ
Padanya dicantumkan beberapa hadis:
1. Hadis Anas riwayat Abdurrazaq dengan redaksi:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
Selanjutnya beliau mencantumkan riwayat lain, yaitu ad-Daraquthni dalam Sunan-nya, Ishaq bin Rahawaih dalam musnad-nya dan lafalnya dari ar-Rabi’ bin Anas, ia berkata:
قَالَ رَجُلٌ لِأَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: أَقَنَتَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شهراً يدعو عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ؟ قَالَ: فَزَجَرَهُ أَنَسٌ، وَقَالَ: مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا، قَالَ إسْحَاقُ: وَقَوْلُهُ ثُمَّ تَرَكَه يَعْنِي تَرَكَ تَسْمِيَةَ الْقَوْمِ فِي الدُّعَاءِ
Kemudian beliau mencantumkan pula riwayat al-Hakim dan al-Baihaqi beserta penilaian al-Hakim tentang kesahihan hadis itu.

Selanjutnya beliau mencantumkan perbedaan penilaian para ulama terhadap rawi hadis itu, yakni Abu Ja’far ar-Razi. sekelompok ulama menilai dia tsiqat (sahih). Namun ulama lainnya menilai daif. Imam az-Zailai menyebutkan beberapa ulama: Ibnul Jauzi dalam kitabnya at-Tahqiq dan al-Ilal al-Mutanahiyah. Ibnul Madini, Yahya, Ahmad bin Hanbal, Abu Zur’ah, Ibnu Hiban, dan at-Thahawi. At-Thahawi berkata:
وَهُوَ مُعَارَضٌ بِمَا رُوِيَ عَنْ أَنَسٍ، أَنَّهُ عليه السلام إنَّمَا قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ الْعَرَبِ، ثُمَّ تَرَكَهُ، انْتَهَى.
“Hadis itu (Anas) bertentangan dengan riwayat Anas sendiri bahwa Nabi saw. Hanya qunut satu bulan, mendu’akan kecelakaan atas beberapa kaum Arab, lalu meninggalkannya”
Kata Imam az-Zailai, riwayat itu bertentangan pula dengan keterangan Ghalib bin Farqad riwayat at-Thabrani yang menyatakan:
كُنْت عِنْدَ أَنَسِ بْنِ مالك شهرين، فَلَمْ يَقْنُتْ فِي صَلَاةِ الْغَدَاةِ،
“Saya berada dekat Anas bin Malik selama dua bulan, maka ia tidak qunut di salat subuh ” (Lihat, II:132)
Setelah itu dicantumkan pula riwayat Muhamad bin al-Hasan dari Ibrahim an-Nakha’i:
لَمْ يُرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَانِتًا فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا، انْتَهَى

Selanjutnya dicantumkan pula perbedaan para ulama tentang mansukh dan tidaknya syariat qunut. Lalu diakhir pembahasan, Imam az-Zaila’I mencantumkan pendapat Ibnul Jauzi sebagai berikut:
وَقَالَ ابْنُ الْجَوْزِيِّ فِي “التَّحْقِيقِ”: أَحَادِيثُ الشَّافِعِيَّةِ عَلَى أَرْبَعَةِ أَقْسَامٍ: مِنْهَا مَا هُوَ مُطْلَقٌ، وَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ، وَهَذَا لَا نِزَاعَ فِيهِ، لِأَنَّهُ ثَبَتَ أَنَّهُ قَنَتَ. وَالثَّانِي : مُقَيَّدٌ بِأَنَّهُ قَنَتَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ، فيحمله عَلَى فِعْلِهِ شَهْرًا بِأَدِلَّتِنَا. الثَّالِثُ : مَا رُوِيَ عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ. وَالْمَغْرِبِ، رَوَاهُ مُسْلِمٌ. وَأَبُو دَاوُد. وَالتِّرْمِذِيُّ. وَالنَّسَائِيُّ. وَأَحْمَدُ، وَقَالَ أَحْمَدُ: لَا يُرْوَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَنَتَ فِي الْمَغْرِبِ، إلَّا فِي هَذَا الْحَدِيثِ. وَالرَّابِعُ : مَا هُوَ صَرِيحٌ فِي حُجَّتِهِمْ، نَحْوَ مَا رَوَاهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ فِي “مُصَنَّفِهِ” أَخْبَرَنَا أَبُو جَعْفَرٍ الرَّازِيُّ عَنْ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا، وَمِنْ طَرِيقِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ، رَوَاهُ أَحْمَدُ فِي “مُسْنَدِهِ”، والدارقطني فِي “سُنَنِهِ”، قَالَ: وَقَدْ أَوْرَدَ الْخَطِيبُ فِي “كِتَابِهِ” الَّذِي صَنَّفَهُ فِي الْقُنُوتِ أَحَادِيثَ، أَظْهَرَ فِيهَا تَعَصُّبَهُ: فَمِنْهَا: مَا أَخْرَجَهُ عَنْ دِينَارِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، خَادِمِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ حَتَّى مَاتَ، انْتَهَى. قَالَ: وَسُكُوتُهُ عَنْ الْقَدْحِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ، وَاحْتِجَاجُهُ بِهِ، وَقَاحَةٌ عَظِيمَةٌ، وَعَصَبِيَّةٌ بَارِدَةٌ، وَقِلَّةُ دِينٍ، لِأَنَّهُ يَعْلَمُ أَنَّهُ بَاطِلٌ، قَالَ ابْنُ حِبَّانَ: دِينَارٌ يَرْوِي عَنْ أَنَسٍ آثَارًا مَوْضُوعَةً، لَا يَحِلُّ ذِكْرُهَا فِي الْكُتُبِ، إلَّا عَلَى سَبِيلِ الْقَدْحِ فِيهِ، فَوَاعَجَبَا لِلْخَطِيبِ، أَمَا سَمِعَ فِي الصَّحِيحِ: “مَنْ حَدَّثَ عَنِّي حَدِيثًا، وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ، فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ” ؟، وَهَلْ مِثْلُهُ إلَّا كَمَثَلِ مَنْ أَنْفَقَ نَبَهْرَجًا وَدَلَّسَهُ؟، فَإِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْرِفُونَ الصَّحِيحَ مِنْ السَّقِيمِ، وَإِنَّمَا يَظْهَرُ ذَلِكَ لِلنُّقَّادِ، فَإِذَا أَوْرَدَ الْحَدِيثَ مُحْدِثٌ، وَاحْتَجَّ بِهِ حَافِظٌ لَمْ يَقَعْ فِي النُّفُوسِ إلَّا أَنَّهُ صَحِيحٌ، ولكن عَصَبِيَّةٌ، وَمَنْ نَظَرَ فِي “كِتَابِهِ” الَّذِي صَنَّفَهُ فِي الْقُنُوتِ، وَ”كِتَابِهِ” الَّذِي صَنَّفَهُ فِي الْجَهْرِ، وَمَسْأَلَةِ الْغَيْمِ، وَاحْتِجَاجِهِ بِالْأَحَادِيثِ الَّتِي يَعْلَمُ بُطْلَانَهَا، اطَّلَعَ عَلَى فَرْطِ عَصَبِيَّتِهِ، وَقِلَّةِ دِينِهِ، ثُمَّ ذَكَرَ لَهُ أَحَادِيثَ أُخْرَى، كُلَّهَا عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِي الصُّبْحِ حَتَّى مَاتَ، وَطَعَنَ فِي أَسَانِيدِهَا.- 2: 136 – 137 –

Bila pembahasan Imam az-Zaila’I di atas dianalisa secara cermat atas landasan amanah ilmiah, hemat kami Imam az-Zailai cenderung kepada para ulama yang mendaifkan hadis Anas tentang qunut subuh saja

Tentang Imam as-Syaukani (1): Imam Asy Syaukani, menyebutkan dari Al Hazimi tentang siapa saja yang berpendapat bahwa qunut subuh adalah masyru’ (disyariatkan), yakni kebanyakan manusia dari kalangan sahabat, tabi’in, orang-orang setelah mereka dari kalangan ulama besar, sejumlah sahabat dari khalifah yang empat, hingga sembilan puluh orang sahabat nabi…”
Bila benar demikian data kutipannya, maka di sini terjadi kesalahan fatal. Karena Imam as-Syaukani tidak menyebut bahwa al-Hazimi menyebutkan 90 orang sahabat nabi, tapi 19 sahabat Nabi. Perhatikan teks asli as-Syaukani dalam memaparkan keterangan al-Hazimi:
وقد حكاه الحازمي عن أكثر الناس من الصحابة والتابعين فمن بعدهم من علماء الأمصار ثم عد من الصحابة الخلفاء الأربعة إلى تمام تسعة عشر من الصحابة – نيل الأوطار 2: 394 –
Tentang Imam as-Syaukani (2): Selain kesalahan dalam menerjemah jumlah sahabat yang telah disebutkan di atas, juga terjadi kesalahan dalam memahami maksud Imam as-Syaukani. Semoga kesalahan ini bukan kesengajaan karena kepentingan fiqih pengutipnya.
Hemat kami, sikap as-Syaukani tentang masalah ini dapat diperoleh di akhir pembahasan sebagai berikut:
( إذا تقرر لك هذا ) علمت أن الحق ما ذهب إليه من قال إن القنوت مختص بالنوازل وأنه ينبغي عند نزول النازلة أن لا تخص به صلاة دون صلاة . وقد ورد ما يدل على هذا الاختصاص من حديث أنس عند ابن خزيمة في صحيحه وقد تقدم

Tentang Kutipan Imam at-Tirmidzi
Hemat kami keterangan dari Imam at-Tirmidzi pun dikutip sebagian sesuai dengan kepentingan fiqh pengutip. Padahal data lengkapnya seperti ini:
قَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ إِنْ قَنَتَ فِي الْفَجْرِ فَحَسَنٌ وَإِنْ لَمْ يَقْنُتْ فَحَسَنٌ وَاخْتَارَ أَنْ لَا يَقْنُتَ وَلَمْ يَرَ ابْنُ الْمُبَارَكِ الْقُنُوتَ فِي الْفَجْرِ
Sufyan at-Tsauri berkata, “Jika ia qunut di subuh itu baik dan jika tidak qunut itu baik” Dan ia (Sufyan) memilih tidak qunut. Dan Ibnul Mubarak tidak berpendapat adanya qunut di subuh. Lihat, Sunan at-Tirmidzi, II:252, terbitan Dar Ihya at-Turats al-Arabi, Beirut, dengan tahqiq Ahmad Muhamad Syakir, pada bab Maa Ja-a fi Tarkil Qunut.
Sangat disayangkan kalimat selanjutnya:
وَاخْتَارَ أَنْ لَا يَقْنُتَ وَلَمْ يَرَ ابْنُ الْمُبَارَكِ الْقُنُوتَ فِي الْفَجْرِ
Tidak ditampilkan oleh pengutip

Tentang Imam as-Syaukani (3): Pencantuman keterangan: Imam Asy Syaukani dalam Nailul Authar:
وقال الثوري وابن حزم : كل من الفعل والترك حسن
“Berkata Ats Tsauri dan Ibnu Hazm: “Siapa saja yang yang melakukannya dan meninggalkannya, adalah baik.” (Nailul Authar, 2/346)
Hemat kami pengutipan ini juga karena kesalahan dalam memahami maksud Imam as-Syaukani. Semoga kesalahan ini bukan kesengajaan karena kepentingan fiqih pengutipnya

Tentang Ibnul Qayyim
“Imam Ibnul Qayyim juga memaparkan adanya kelompok yang menolak qunut secara mutlak termasuk qunut nazilah, yakni para penduduk Kufah. Beliau pun tidak menyetujui pendapat ini, hingga akhirnya Beliau menempuh jalan pertengahan, yakni jalannya para ahli hadits”
Sayang tidak dicantumkan teks asli dan sumber kutipan. Bila yang dimaksud dengan pendapat Ibnul Qayyim itu sebagaimana dicantumkan oleh Imam as-Syaukani dalam Nailul Authar, hemat kami lagi2 terjadi kesalahan dalam memahami. Adapun keterangan tentang pendapat Ibnul Qayyim dalam Nailul Authar sebagai berikut:
. ( وحاصله ) ما عرفناك وقد طول المبحث الحافظ ابن القيم في الهدى وقال ما معناه : الإنصاف الذي يرتضيه العالم المنصف أنه صلى الله عليه وآله وسلم قنت وترك وكان تركه للقنوت أكثر من فعله فإنه إنما قنت عند النوازل للدعاء لقوم وللدعاء على آخرين ثم تركه لما قدم من دعا لهم وخلصوا من الأسر وأسلم من دعا عليهم وجاؤوا تائبين وكان قنوته لعارض فلما زال ترك القنوت وقال في غضون ذلك المبحث : إن أحاديث أنس كلها صحاح يصدق بعضها بعضا ولا تتناقض وحمل قول أنس ما زال يقنت حتى فارق الدنيا على إطالة القيام بعد الركوع وقد أسلفنا الأدلة على مشروعية ذلك في باب الجلسة بين السجدتين وأجاب عن تخصيصه بالفجر بأنه وقع بحسب سؤال السائل فإنه إنما سأل أنسا عن قنوت الفجر فأجابه عما سأله عنه وبأنه صلى الله عليه وآله وسلم كان يطيل صلاة الفجر دون سائر الصلوات قال : ومعلوم أنه كان يدعو ربه ويثني عليه ويمجده في هذا الاعتدال وهذا قنوت منه بلا ريب فنحن لا نشك ولا نرتاب أنه لم يزل يقنت في الفجر حتى فارق الدنيا ولما صار القنوت في لسان الفقهاء وأكثر الناس هو هذا الدعاء

______________
Mari kita berinvestasi akhirat
dengan program wakaf untuk
pembangunan dan sarana pendidikan
Salurkan Dana Dakwah Anda ke:
REK BRI 0886.01.032045.53.7 an Yayasan Dialog Islam

COMMENTS

Nama

Aam Amiruddin,3,Adab Berada dalam Masjid,2,Adab Di Majelis,1,Adab Di Majlis,1,Adab di Masjid,2,Adab Islami,9,Adab Menuntut Ilmu,2,Adab Penuntut Ilmu,1,Adab Terhadap Allah,1,Adab Terhadap Allah Azza wa Jalla,1,Adab Terhadap Ayah Bunda,1,Adab Terhadap Ibu Bapak,1,Adab Terhadap Orang Tua,1,Akhlak Islami,1,Aliran Sesat,1,Amin Saefullah Muchtar,2,Android,1,apakah hormat bendera haram,1,Aplikasi,1,Aqidah,1,Artikel,44,Artikel Adab,1,artikel fikih,1,artikel fiqh,1,artikel Islam,22,Artikel Kiriman,58,Artikel Ramadhan,9,Artikel Siyasah,2,artikel tahajud,1,Artis Jadi Nabi,1,Artis Nabi,1,Artis Teladan,1,Awal Ramadhan,2,Baiti Jannati,10,Berita,31,Berita Persatuan Islam,2,Biografi,9,Buku,19,Bulughul Maram,1,Cerita Renungan,10,Dari Redaksi,5,Dewan Hisbah,10,Dewan Hisbah PP Persis,12,Dialog Islam Garuda,48,Diary Islami,1,Download,12,Download MP3 Alquran,2,Dunia Islam,6,Ekonomi dan Bisnis,4,Essay,1,Fatwa Dewan Hisbah,11,Fatwa Dewan Hisbah Persatuan Islam,10,Fatwa Dewan Hisbah Persis,10,Featured,6,Film Umar bin Khattab,32,Fiqh Ibadah,11,Hadits,2,hukum bendera negara,1,hukum mengangkat tangan hormat bendera,1,hukum menghormat pada bendera,1,Ibadah,4,Ibadah dan Muamalah,5,Iedul Fitri,2,Informasi,1,Internasional,13,Istifta,40,Istiqro',6,Jadwal Puasa,1,Jadwal Shaum,1,Jihad PP Persis,13,Kajian,29,Kajian Ramadhan,8,Kesehatan,1,Khazanah,1,Khutbah,19,Kisah Adam menurut alquran,1,Kisah dalam Alquran,2,Kisah Hud menurut alquran,1,Kisah Idris menurut alquran,1,Kisah Ishaq menurut alquran,1,Kisah Ismail menurut alquran,1,Kisah Lengkap Nabi Adam,1,Kisah Lengkap Nabi Hud,1,Kisah Lengkap Nabi Idris,1,Kisah Lengkap Nabi Ishaq,1,Kisah Lengkap Nabi Ismail,1,Kisah Lengkap Nabi Luth,1,Kisah Lengkap Nabi Nuh,1,Kisah Lengkap Nabi Shalih,1,Kisah Luth menurut alquran,1,Kisah Nabi,8,Kisah Nuh menurut alquran,1,Kisah Shalih menurut alquran,1,Kitab,1,Kolom Hikmah,7,Kolom Motivasi,8,Kristologi,1,kumpulan fatwa dewan hisbah persis,10,Kurban,2,MBC,1,MPI,2,Musik Islami,7,Muslimah,6,Nabi Adam,1,Nabi Adam dalam Alquran,1,Nabi Hud,1,Nabi Hud dalam Alquran,1,Nabi Idris,1,Nabi Idris dalam Alquran,1,Nabi Ishaq,1,Nabi Ishaq dalam Alquran,1,Nabi Ismail,1,Nabi Ismail dalam Alquran,1,Nabi Luth,1,Nabi Luth dalam Alquran,1,Nabi Nuh,1,Nabi Nuh dalam Alquran,1,Nabi Shalih,1,Nabi Shalih dalam Alquran,1,Nasional,11,Oase Iman,39,Penerbit Jabal,4,Pengajian Ahad Viaduct,13,Pengajian Pajagalan,2,pentingnya sholat dhuha,1,Percikan Iman,2,Persatuan Islam,5,Politik,1,Politik Islam,2,Profil,1,qiaymul lail,1,Quran dan Hadits,12,Quran Digital,1,Qurban,1,Redaksi,4,Resensi Buku,2,RG-UG,1,Ringkasan Khutbah,7,Ringkasan Khutbah Jum'at,15,Sejarah Islam,5,shalat malam,1,shalat tahajud,1,Shiddiq Amien,13,Sholat,1,sholat dhuha,1,Sholat Rawatib,1,Sholat Sunnat,1,Shop,19,Sigabah,3,Sigabah.com,4,Siyasah,2,Suara Santri,1,Surat Edaran PP Persis,2,Sya'ban,1,Syaaban,1,Syiah Bukan Islam,7,Tanya Jawab Bersama Ust Aam,11,tanya jawab islam,12,Tanya Jawab Seputar Bulan Ramadhan,9,Tazkiyatun Nafs,8,The Epic Series Omar,27,Tibbun Nabawi,1,Tsaqofah,3,Umar bin Khattab Series,5,Video,55,Virus Corona,1,YDIG,12,
ltr
item
Pajagalan.com: Sejarah Qunut, Pengertian Qunut, Qunut Shubuh, Qunut Witir
Sejarah Qunut, Pengertian Qunut, Qunut Shubuh, Qunut Witir
kupas tuntas tentang qunut dari berbagai tanggapan para ulama salaf dan khalaf
Pajagalan.com
https://www.pajagalan.com/2020/04/sejarah-qunut-qunut-shubuhm-qunut-witir.html
https://www.pajagalan.com/
https://www.pajagalan.com/
https://www.pajagalan.com/2020/04/sejarah-qunut-qunut-shubuhm-qunut-witir.html
true
4605599093145502030
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy Table of Content