A. Iqomat Abu Mahdzurah Imam Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: أَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم-...
A. Iqomat Abu Mahdzurah
Imam Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata:
Imam Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata:
أَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- أَبَا مَحْذُوْرَةَ أَنْ يَشْفَعَ الأَذَانَ وَيُوْتِرَ الإِقَامَةَ
“Rasulullah saw. memerintah Abu Mahdzurah agar menggenapkan adzan dan mewitirkan qomat.”
Dan pada riwayat Ad-Daraquthni ditegaskan dengan redaksi:
Dan pada riwayat Ad-Daraquthni ditegaskan dengan redaksi:
وَأَمَرَهُ أَنْ يُقِيْمَ وَاحِدَةً وَاحِدَةً
“Dan Beliau memerintahnya agar qamat satu kali-satu kali.” [11]
Dalam riwayat Abu Nu’aim diterangkan bahwa lafal iqamat itu dua kali dua kali kecuali redaksi Hayya ‘alas shalah dan Hayya ‘alal falah. Adapun hadisnya sebagai berikut:
Dalam riwayat Abu Nu’aim diterangkan bahwa lafal iqamat itu dua kali dua kali kecuali redaksi Hayya ‘alas shalah dan Hayya ‘alal falah. Adapun hadisnya sebagai berikut:
وَالإِقَامَةُ مَثْنَى اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
“Dan iqamat dua kali dua kali. Allahu akbar Allahu akbar… (dan seterusnya hingga akhir qomat).” [12]
Sementara dalam riwayat Ibnul Jarud dan Ibnu Hiban disebutkan bahwa redaksi iqamat itu dua kali dua kali kecuali takbir pada awal iqamat sebanyak empat kali. Adapun hadisnya sebagai berikut:
Sementara dalam riwayat Ibnul Jarud dan Ibnu Hiban disebutkan bahwa redaksi iqamat itu dua kali dua kali kecuali takbir pada awal iqamat sebanyak empat kali. Adapun hadisnya sebagai berikut:
أَنَّ أَبَا مَحْذُورَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَّمَهُ الأَذَانَ تِسْعَ عَشَرَةَ كَلِمَةٍ وَالإِقَامَةَ سَبْعَ عَشَرَةَ كَلِمَةٍ الأَذَانُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ … وَالإِقاَمَةَ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
Sementara pada riwayat Al-Baihaqi disebutkan bahwa takbir pada iqamat itu dua kali, sebagai berikut:
عَنْ أَبِي مَحْذُوْرَةَ قَالَ: لَمَّا خَرَجَ النَّبِيُ -صلى الله عليه وسلم- إِلَى حُنَيْنٍ فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ وَقَالَ: فِي التَّكْبِيْرِ فِي صَدْرِ الأَذَانِ أَرْبَعًا قَالَ: وَعَلَّمَنِي الإِقَامَةَ مَرَّتَيْنِ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أِكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
Keterangan-keterangan di atas menunjukkan bahwa terjadi perbedaan redaksi iqomat yang diajarkan oleh Nabi kepada Abu Mahdzurah, padahal Nabi mengajarkan hal itu pada waktu yang sama, yaitu ketika kembali dari perang Hunain pada bulan syawwal tahun 8 hijriah.
1. Iqomat Abdullah bin Zaid
Dalam riwayat Abu Dawud, Al Baihaqi, dan Ibnu Abdil Barr disebutkan bahwa takbir iqamat itu dua kali.
1. Iqomat Abdullah bin Zaid
Dalam riwayat Abu Dawud, Al Baihaqi, dan Ibnu Abdil Barr disebutkan bahwa takbir iqamat itu dua kali.
لَمَّا أَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- بِالنَّاقُوْسِ لِيَضْرِبَ بِهِ لِلنَّاسِ فِي الْجَمْعِ لِلصَّلاَةِ أَطَافَ بِيْ وَأَنَا نَائِمٌ رَجُلٌ يَحْمِلُ نَاقُوْسًا فِي يَدِهِ فَقُلْتُ لَهُ يَا عَبْدَ اللهِ أَتَبِيْعُ النَّاقُوْسَ فَقَالَ وَمَا تَصْنَعُ بِهِ قَالَ قُلْتُ نَدْعُوْ بِهِ لِلصَّلاَةِ قَالَ أَفَلاَ أَدُلُّكَ عَلىَ مَا هُوَ خَيْرٌ مِنْ ذلِكَ قُلْتُ: بَلَى قَالَ: تَقُوْلُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ اِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ اللهُ أِكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ قَالَ: ثُمَّ اسْتَأْخَرَ غَيْرَ بَعِيْدٍ قَالَ: ثُمَّ تَقُولُ إِذَا أُقِيمَتِالصَّلاَةُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ …
Sedangkan dalam riwayat Ahmad, At-Tirmidzi, al-Hakim, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hiban, dan Ibnu Majah tanpa diterangkan adanya iqomat. Demikian pula dalam kitab-kitab Sirah Rasulullah saw pada umumnya.
1. Iqomat Bilal
Di atas telah disebutkan bahwa Bilal mendapatkan pengajaran adzan dari Abdullah bin Zaid, namun tidak ditegaskan bahwa Bilal mendapatkan pengajaran iqomat darinya. Hal ini berbeda dengan Abu Mahdzurah yang secara tegas mendapatkan pengajaran adzan dan iqomat dari Rasul. Bahkan dengan kalimat:
1. Iqomat Bilal
Di atas telah disebutkan bahwa Bilal mendapatkan pengajaran adzan dari Abdullah bin Zaid, namun tidak ditegaskan bahwa Bilal mendapatkan pengajaran iqomat darinya. Hal ini berbeda dengan Abu Mahdzurah yang secara tegas mendapatkan pengajaran adzan dan iqomat dari Rasul. Bahkan dengan kalimat:
1. فَأَلْقِ عَلَيْهِ مَا رَأَيْتَ فَلْيُؤَذِّنْ بِهِ dan وَيُؤَذِّنُ بِهِ
2. فَأَذَّنَ بِلاَلٌ
2. فَأَذَّنَ بِلاَلٌ
menunjukkan bahwa dari Abdullah bin Zaid itu Bilal hanya mendapatkan pengajaran adzan (empat kali takbir) tidak dengan iqomatnya. Oleh sebab itu, untuk mengetahui lafal iqomat Bilal kita perhatikan keterangan-keterangan di bawah ini.
عَنْ أَبِيْ قِلاَبَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ: كَانَتِ الصَّلاَةُ إِذَا حَضَرَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- سَعَى رَجُلٌ فِي الطَّرِيْقِ فَنَادَى الصَّلاَةُ الصَّلاَةُ فَاشْتَدَّ ذلِكَ عَلَى النَّاسِ فَقَالُوْا: لَوِ اتَّخَذْنَا نَاقُوْسًا يَا رَسُوْلَ اللهِ فَقَالَ: ذلِكَ لِلنَّصَارَى فَقَالُوْا: لَوِ اتَّخَذْنَا بُوْقًا قَالَ: ذلِكَ لِلْيَهُوْدِ قَالَ فَأُمِرَ بِلاَلٌ أَنْ يَشْفَعَ الأَذَانَ وَيُوْتِرَ الإِقَامَةَ
“Dari Abu Qilabah, dari Anas, ia berkata, “Pada masa Rasulullah, bila tiba waktu salat seseorang berjalan lalu menyeru: as-solah as-solah. Hal itu dirasakan berat oleh orang-orang, maka mereka mengusulkan, ‘Bagaimana kalau kita pakai lonceng wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Itu untuk Nashrani’ Mereka mengusulkan yang lain, ‘Bagaimana kalau terompet?’ Beliau menjawab, ‘Itu untuk Yahudi’ Anas berkata, ‘Maka Bilal diperintah untuk menggenapkan adzan dan mewitirkan iqomat.” H.r. Al-Jamaah, Al-Baihaqi, Ibnu Hiban, Ibnu Khuzaimah, Ibnul Jarud, dan Abu Awanah. Redaksi di atas versi riwayat Al-Baihaqi.
Sedangkan pada riwayat Ibnu Khuzaimah dengan redaksi:
Sedangkan pada riwayat Ibnu Khuzaimah dengan redaksi:
فَأُمِرَ بِلاَلٌ أَنْ يَشْفَعَ الأَذَانَ وَيُوْتِرَ الإِقَامَةَ إِلاَّ قَوْلَهُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
“Maka Bilal diperintah untuk menggenapkan adzan dan mewitirkan iqomat kecuali perkataan qod qomatis solah.”
Berdasarkan hadis di atas, Imam Al-Bukhari membuat dua bab dengan judul
Berdasarkan hadis di atas, Imam Al-Bukhari membuat dua bab dengan judul
بَابٌ اَلأِذَانُ مَثْنَى مَثْنىَ dan باب الإِقَامَةُ وَاحِدَةٌ إِلاَّ قَوْلَهُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
Ibnu Hajar menerangkan bahwa yang dimaksud dengan kalimat matsna matsna adalah marratain marratain (dua kali, dua kali). (Lihat, Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari, II:100)
Memperhatikan keterangan-keterangan di atas, maka kami tidak mendapatkan satu pun muadzin pada masa Rasulullah yang mengamalkan kalimat-kalimat iqomat Abdullah bin Zaid. Oleh Sebab itu, pada beberapa riwayat disebutkan:
Memperhatikan keterangan-keterangan di atas, maka kami tidak mendapatkan satu pun muadzin pada masa Rasulullah yang mengamalkan kalimat-kalimat iqomat Abdullah bin Zaid. Oleh Sebab itu, pada beberapa riwayat disebutkan:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : اِنَّمَا كَانَ الاَذَانُ عَلَى عَهْدِ رَسُو لِ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ وَالاِقَامَةُ مَرَّةً مَرَّةً غَيْرَ اَنَّهُ يَقُولُ : قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ وَ كُنَّا اِذَا سَمِعْنَا الاِقَامَةَ نَتَوَضَأُ ثُمَّ خَرَجْنَا اِلَى الصَّلاَةِ .
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Sesungguhnya adzan di zaman Rasulullah saw. itu. tiada lain dua kali dan iqamatnya satu kali-satu kali, kecuali ucapan Qad qamatis shalat-Qad qamatis shalat Dan kami (para shahabat) apabila mendengar iqamah, kami berwudhu, kemudian kami keluar untuk shalat.” H.r. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai, Ibnu Hiban, dan Al-Hakim.
Dalam riwayat Al-Baihaqi dengan lafal
Dalam riwayat Al-Baihaqi dengan lafal
كَانَ الأَذَانُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- مَثْنَى مَثْنَى وَالإِقَامَةُ فُرَادًى
“Adzan di jaman Rasulullah saw. itu dua kali-dua kali dan iqomat satu kali.”
Sedangkan pada riwayat Abu Awanah dengan lafal
كَانَ الأَذَانُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- مَثْنَى مَثْنَى وَالإِقَامَةُ مَرَّةً مَرَّةً غَيْرَ أَنَّ الْمُؤَذِنَ إِذَا قَالَ: قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَالَ مَرَّتَيْنِ
“Adzan di zaman Rasulullah saw. itu dua kali-dua kali dan iqomat satu kali-satu kali. Hanya muadzin apabila mengucapkan Qad qamatis salah dua kali.”
Sementara dalam riwayat ad-Daraquthni diterangkan oleh Salamah bin al-Akwa’ sebagai berikut:
Sementara dalam riwayat ad-Daraquthni diterangkan oleh Salamah bin al-Akwa’ sebagai berikut:
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الأَكْوَعِ قَالَ: كَانَ الأَذَانُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثْنَى مَثْنَى وَالإِقَامَةُ فَرْدًا رواه الدارقطني
Dari Salamah bin Al Akwa, ia mengatakan adzan pada jaman Rasulullah saw. dua kali-dua kali dan iqamah satu kali. H.r. Ad-Daruquthni
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa:
1. Penetapan syariat Adzan dan Qamat tidak bersamaan dengan penetapan Syariat salat. Dengan perkataan lain, Salat lebih dahulu disyariatkan daripada adzan dan qamat.
2. Dilihat dari aspek periwayatan, iqomat dengan takbir (Allahu Akbar) satu kali lebih kuat.
3. Dilihat dari aspek pengamalan iqomat dapat dilakukan dengan satu kali takbir (Allahu Akbar) dan dua kali takbir.
By Amin Muchtar, sigabah.com
[1]) Lihat, An-Nihayah fi Gharib al-Hadits, karya Ibnu Atsir, juz 1, hlm. 34; Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, Juz 2, hlm. 53
[2]) Lihat, Al-Mughni, Juz 2, hlm. 53; Subulus Salam Syarh Bulughul Maram, karya as-Shan’ani, Juz 2, hlm. 55
[3]) Lihat, Syarah Al-‘Umdah, karya Ibnu Taimiyah, Juz 2, hlm. 95
[4]) Lihat, Ar-Rawdhu Al-Murbi’ Ma’a Hasyiyah Ibnu Qasim, Juz 1, hlm. 428; Asy-Syarhu Al-Mumti’, karya Syekh Ibnu Utsaimin, Juz 2, hlm. 36.
[5]) Lihat, Syarh Al-‘Umdah, Juz 2, hlm. 95
[6]) Lihat, Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari, Juz 1, hlm. 554; Taudhihul Ahkam Syarah Bulugh al-Maram, Juz 1, hlm. 469
[7]) Lihat, Tarikh at-Thabari, I:571; Sirah Ibnu Hisyam, juz 3, hal. 22; Tafsir al-Qurthubi, juz 18, hal. 98
[8]) Lihat, As-Sirah An-Nabwiyyah, karya Ibnu Hisyam, Juz 2, hlm. 154-155; As-Sirah An-Nabawiyyah, karya Ibnu Katsir, Juz 2, hlm. 334-335; Al-Bidayah Wan Nihayah, karya Ibnu Katsir, Juz 3, hlm. 231-232.
[9]) Lihat, Al-Fathur Rabbani, Juz 3, hlm. 19.
[10]) Lihat, Qadatun Nabiyyi, hlm. 648.
[11]) Sebagaimana dikutip Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari, juz 2, hlm. 100.
[12]) Lihat, Al-Musnad Al-Mustakhraj alas Shahih al-Imam Muslim, Juz 2, hlm. 4-5.
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa:
1. Penetapan syariat Adzan dan Qamat tidak bersamaan dengan penetapan Syariat salat. Dengan perkataan lain, Salat lebih dahulu disyariatkan daripada adzan dan qamat.
2. Dilihat dari aspek periwayatan, iqomat dengan takbir (Allahu Akbar) satu kali lebih kuat.
3. Dilihat dari aspek pengamalan iqomat dapat dilakukan dengan satu kali takbir (Allahu Akbar) dan dua kali takbir.
By Amin Muchtar, sigabah.com
[1]) Lihat, An-Nihayah fi Gharib al-Hadits, karya Ibnu Atsir, juz 1, hlm. 34; Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, Juz 2, hlm. 53
[2]) Lihat, Al-Mughni, Juz 2, hlm. 53; Subulus Salam Syarh Bulughul Maram, karya as-Shan’ani, Juz 2, hlm. 55
[3]) Lihat, Syarah Al-‘Umdah, karya Ibnu Taimiyah, Juz 2, hlm. 95
[4]) Lihat, Ar-Rawdhu Al-Murbi’ Ma’a Hasyiyah Ibnu Qasim, Juz 1, hlm. 428; Asy-Syarhu Al-Mumti’, karya Syekh Ibnu Utsaimin, Juz 2, hlm. 36.
[5]) Lihat, Syarh Al-‘Umdah, Juz 2, hlm. 95
[6]) Lihat, Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari, Juz 1, hlm. 554; Taudhihul Ahkam Syarah Bulugh al-Maram, Juz 1, hlm. 469
[7]) Lihat, Tarikh at-Thabari, I:571; Sirah Ibnu Hisyam, juz 3, hal. 22; Tafsir al-Qurthubi, juz 18, hal. 98
[8]) Lihat, As-Sirah An-Nabwiyyah, karya Ibnu Hisyam, Juz 2, hlm. 154-155; As-Sirah An-Nabawiyyah, karya Ibnu Katsir, Juz 2, hlm. 334-335; Al-Bidayah Wan Nihayah, karya Ibnu Katsir, Juz 3, hlm. 231-232.
[9]) Lihat, Al-Fathur Rabbani, Juz 3, hlm. 19.
[10]) Lihat, Qadatun Nabiyyi, hlm. 648.
[11]) Sebagaimana dikutip Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari, juz 2, hlm. 100.
[12]) Lihat, Al-Musnad Al-Mustakhraj alas Shahih al-Imam Muslim, Juz 2, hlm. 4-5.
Ust. Anshotuddin Ramdhani, Dialog Islam Garuda, YDIG
COMMENTS