Pengobatan, Pengobatan cara Nabi, Tawakal, Bersabar, Berikhtiar, Fitrah Manusia
Molekul adalah sekelompok atom kecil yang saling berikatan dengan sangat kuat dalam susunan tertentu dan bermuatan netral dan stabil. Penulis menggabungkan kata "molekul" dengan "pengobatan" karena dalam gabungan dua kata tersebut memiliki pengertian atau definisi yang saling mengikat satu sama lain.
1. Molekul adalah satuan dari 2 atom kecil yang menjadi dasar dari suatu susunan tertentu dan muatannya stabil. Maka penulis qiyaskan Molekul dengan Pohon bahwa sebelum pohon itu tumbuh besar, kuat dan ngajeg kita tahu ada sesuatu yang menopangnya yaitu akar, setelah akar itu stabil dan kuat maka tumbuhlah pohon itu sehingga besar dan kuat, tidak goyah oleh angin sebesar apapun dan menjadi penyejuk bagi peneduhnya.
2. Pengobatan adalah ilmu atau seni penyembuhan. Artinya seseorang yang sakit ia mencari penyembuh untuk menyembuhkan penyakitnya supaya tidak bertambah parah/kritis.
Jadi Molekul Pengobatan adalah menguatkan suatu susunan tubuh (lahir batin) sehingga ia tumbuh berkembang menjadi susunan tubuh yang kuat dan tidak goyah sedikitpun oleh hantaman atau ujian kehidupan di dunia. Maka tatkala susunan tubuh di goncang oleh suatu hantaman, ia sudah tahu harus seperti apa ia berbuat.
Di bawah ini penulis akan memaparkan hakekat tubuh manusia dan cara menghadapi masalah terkhusus masalah ketika tubuh di goncang penyakit.
A. System Fitrah
Sesungguhnya Allah SWT telah membekali setiap tubuh manusia dengan satu fitrah (alami) yang biasa di gunakan untuk menolak serta menyembuhkan secara pribadi setiap penyakit yang menyerang dirinya. Kekuatan tersebut dalam dunia kedokteran dikenal dengan system imuniti (daya tahan tubuh). Ia berfungsi menghalau masuknya berbagai penyakit yang datang dari luar tubuh baik yang berupa bakteri, virus atau patogen-patogen luar.
Ilmu kedokteran Timur berbasis filsafat mengatakan bahwa tubuh manusia adalah “alam yang kecil”. Oleh karena itu manusia dan semesta alam seharusnya menjadi satu. Sebagaimana kondisi semesta alam yang tidak selalu cerah, ceria sepanjang tahun, ada hari dimana ia berawan dan hari ia hujan. Demikian juga tubuh manusia, ada waktu sehatnya dan ada waktu sakitnya. Seperti semesta alam ada perubahan cuacanya, demikian pula tubuh manusia juga ada perubahan “udaranya” (contoh: masuk angin). [Kitab Akupuntur seri ke-3; Kesembuhan melalui pijat refleksi hal.4]
Dalam dunia medis kita akan mengenal istilah MEM (Medan Elektromagnet) baik itu pada diri kita sendiri ataupun pada alam ini. Maka ketika MEM tubuh kita itu seimbang/sama dengan kadar MEM alam ini di pastikan tidak akan tubuh ini mengalami sakit-sakitan atau terkena gangguan-gangguan.
ٱلَّذِى خَلَقَ سَبۡعَ سَمَـٰوَٲتٍ طِبَاقً۬ا مَّا تَرَىٰ فِى خَلۡقِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ مِن تَفَـٰوُتٍ فَٱرۡجِعِ ٱلۡبَصَرَ هَلۡ تَرَىٰ مِن فُطُورٍ
“Dia yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih. Maka lihatlah sekali lagi! Adakah kamu lihat sesuatu yang cacat?” (QS. Al-Mulk : 3)
Sungguh Mahasuci Allah yang telah menciptakan segala sesuatu di alam ini dalam keadaan seimbang. Perhatikan penciptaan langit, bumi, daratan, lautan, gunung-gunung, planet, binatang, tumbuh-tumbuhan, siang dan malam serta yang lainnya. Adakah kita lihat/temukan ketidak-seimbangan? Perhatikanlah sekali lagi dengan lebih seksama dan berulang-ulang. Niscaya tidak akan kita temukan ketidak-seimbangan dalam penciptaan Allah SWT dan penglihatan kita akan kembali dalam keadaan payah. [Kajian Intibahnews, E1 Tahun 1, Juni-Juli 2014]
Kita ketahui alam ini memiliki frekuensi MEM yaitu, 7.83 Hz. Maka ketika MEM tubuh kita itu sama frekuensinya dengan MEM alam ini, pada kondisinya tubuh kita dalam keadaan seimbang dan daya tahan tubuh (imuniti) meningkat tinggi sehingga keadaan kita sehat. Tetapi sebaliknya jika MEM tubuh kita itu berbeda frekuensinya dengan MEM alam ini, pada kondisinya tubuh kita dalam keadaan ketidak-seimbangan. Oleh karenanya daya tahan tubuh (imuniti) menurun sehingga penyakit mudah masuk ke dalam tubuh kita.
Maka tatkala imuniti kita turun disanalah saatnya ke-tawakalan dan kesabaran kita di uji oleh Allah SWT. Sehingga kita wajib sadar bahwa setiap penyakit tidak akan kekal menetap tapi satu waktu akan keluar dari tubuh disebabkan ke-tawakalan dan ikhtiar kita dengan mengkonsumsi obat untuknya.
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً اِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً. رواه البخارى
Dari Abu Hurairah RA bahwa sanya Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula obat baginya” Riwayat Al-Bukhari.
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لِكلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أَصَابَ الدَّوَاءُ الدَّاءَ، بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ. رواه مسلم
Dari Jabir bin Abdillah RA telah bersabda Rasulullah SAW : “Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah ‘Azza wa jalla.” Riwayat Muslim.
System kekuatan fitrah (imuniti) tersebut bergantung pada 4 faktor utama yang mana satu sama lain saling bergantung, yaitu :
1. Spiritual (Qalbu) --> 50%
2. Mental (Akal) --> 20%
3. Emosi (Nafsu) --> 20%
4. Fisik (Jasmani) --> 10%
Dari penjelasan di atas menunjukan bahwa sugesti, motivasi dan tekad yang kuat dari dalam diri yang menyebabkan kita sembuh dari penyakit kita. Karena obat hanya sebagai pembantu saja yang mendorong diri untuk sembuh, tidak akan berarti apa-apa ketika kita sering mengonsumsi obat-obatan tetapi fikiran berkata bahwa kita tidak akan sembuh atau pesimis tidak akan pernah sembuh.
Karenyanya sebuah penelitian di Barat menghasilkan temuan bahwa orang yang memiliki ketabahan dan optimisme tinggi terhadap kesembuhan penyakit yang dideritanya memiliki peluang sembuh jauh lebih besar dibandingkan dengan orang yang selalu berkeluh kesah dan pesimis terhadap penyakit yang di deritanya. [Kitab Perubatan Jawi hal. 9]
B. Dekat kepada Allah
وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ۬ وَرَحۡمَةٌ۬ لِّلۡمُؤۡمِنِينَۙ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّـٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارً۬ا
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar/obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al-Isra’ : 82)
Pentingnya seseorang itu dekat dengan Rabbnya karena hanya Allah-lah Rabb tempat bergantung, tempat meminta segala urusan (QS. Al-Ikhlash : 2). Maka seorang pengobat wajib hukumnya memotivasi untuk membuat pasiennya senantiasa bertawakal kepada Allah SWT. Juga setiap jiwa yang sakit wajib hukumnya untuk menyerahkan diri dan meyakinkan diri kepada Allah atas penyakitnya bahwa suatu saat ia akan sembuh karena Allah ta’ala.
Maka ketika seseorang itu hatinya telah sangat terikat kepada Allah, perawatan apapun yang dia jalani akan menjadi maksimal disebabkan ke tawakalan-nya kepada dzat yang Maha Menyembuhkan.
وَإِذَا مَرِضۡتُ فَهُوَ يَشۡفِينِ
“Dan apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkanku” (QS. Asy-Syu’araa : 80)
Ibnul Qayyim Al Jauziyy -rahimahullahu- berkata, “Al-Qur`an adalah penyembuh yang sempurna dari seluruh penyakit hati dan jasmani, demikian pula penyakit dunia dan akhirat. Dan tidaklah setiap orang diberi keahlian dan taufiq untuk menjadikannya (Al-Qur’an) sebagai obat. Jika seorang yang sakit konsisten berobat dengannya (Al-Qur’an) dan meletakkan pada sakitnya dengan penuh kejujuran dan keimanan, penerimaan yang sempurna, keyakinan yang kokoh, dan menyempurnakan syaratnya, niscaya penyakit apapun tidak akan mampu menghadapinya selama-lamanya. Bagaimana mungkin penyakit tersebut mampu menghadapi firman Dzat yang memiliki langit dan bumi, yang seandainya diturunkan kepada gunung, maka ia akan menghancurkannya. Atau diturunkan kepada bumi, maka ia akan membelahnya. Maka tidak satu pun jenis penyakit, baik penyakit hati maupun jasmani, melainkan dalam Al-Qur`an ada cara yang membimbing kepada obat dan sebab (kesembuhan)nya.” (Zadul Ma’ad, 4/287)
Maka perlulah timbul keyakinan bahwa hakikat penyembuhan itu dari Allah SWT dan obat hanyalah sebagai perantara atau bekal ikhtiar kita untuk berusaha menyembuhkan tubuh ini dari penyakitnya.
C. Do’a
Do’a adalah permohonan dari yang lebih rendah kepada yang lebih tinggi kedudukannya dalam bentuk ucapan. Sehingga do’a ini hanya patut di peruntukkan langsung kepada Allah ta’ala.
الدُّعَاءُ مُخُّ الْعِبَادَةِ
“Do’a itu adalah intinya ibadah” Riwayat At-Tirmidzi
Dalam suatu riwayat Nabi SAW bersabda,
الدُّعَاءُ سِلَاحُ الْمُؤْمِنِ وَعِمَادُ الدِّينِ وَنُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Do’a adalah senjatanya orang yang beriman dan tiangnya agama dan cahaya langit dan bumi.” Riwayat Abu Ya’la
Derajat hadits ini dho’if, akan tetapi secara makna dijelaskan dalam riwayat yang shahih yaitu kisahnya seorang wanita hitam yang tertimpa penyakit asra’ (epilepsy). Dia datang kepada Nabi SAW dan berkata, “Ya Rasulullah, saya menderita penyakit asra’. Tiap kali kambuh, auratku tersingkap. Maka do’akanlah aku supaya Allah menyembuhkan penyakitku”, Nabi pun bersabda, “Kalau aku do’akan kepada Allah maka akan sembuh penyakitmu. Akan tetapi jika kamu sabar, maka bagimu surga.” Kemudian wanita itu memilih untuk bersabar.
Dan dalam kisah lainnya, pada suatu desa sedang mewabah penyakit menular sehingga kepala desa itu mengadukannya kepada Nabi SAW sampai Nabi memberikan dua pilihan kepada kepala desa tersebut, Nabi berdo’a agar mereka sembuh atau mereka bersabar sehingga kelak surga bagi mereka. Maka kepala desa kembali sebari memusyawarahkan dengan para warga sehingga mereka sepakat untuk memilih bersabar atas penyakit menular itu, sampai pada waktunya Allah memanggil kepala desa dan seluruh warga kembali kepadanya, dan untuk mereka surga nikmat yang kekal dari Rabbnya.
Kemudian sebagaimana firman Allah ta’ala :
...أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ...
“Aku kabulkan permohonan (do’a) orang yang berdo’a apabila dia berdoa kepada-Ku” (QS. Al-Baqarah : 186)
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, Mujahid mengatakan, “Seorang hamba tidak termasuk kategori orang-orang yang berdzikir kepada Allah sebanyak-banyaknya sehingga ia mengingat Allah baik dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring.”
Oleh karenanya, orang yang banyak berdo’a akan benar dan khusyu’ ibadahnya, tidak akan berani melanggar aturan-aturan Allah SWT, sebab kehendak orang yang berdo’a ingin terkabul permohonannya. Maka bersungguh-sungguhlah dalam berdo’a kemudian melakukan perbuatan yang sekiranya akan mempercepat terkabulnya do’a. Karena do’a itu adalah otaknya ibadah, kurang berdo’a akan lalai ibadahnya. [Kitab 75 Do’a-do’a Rasulullah SAW hal. 1-2]
D. Ikhtiar, Optimis kepada setiap masalah apapun
Kata ikhtiar berasal dari bahasa Arab (ikhtara-yakhtaru-ikhtiyaaran) yang berarti memilih. Ikhtiar diartikan berusaha karena pada hakikatnya orang yang berusaha berarti memilih.
Adapun menurut istilah, berusaha dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada untuk meraih suatu harapan dan keinginan yang di cita-citakan, ikhtiar juga juga dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh yang dilakukan untuk mendapatkan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.
...إِنَّ اللهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ...
“… Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri …” ( QS. Ar-Ra’du : 11 )
فَإِذَا قضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila telah di tunaikan shalat, maka bertebarlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” ( QS. Al-Jumu’ah : 10 )
Dalam pengertian diatas memberikan suatu istinbath yaitu ketika kita sedang sakit lebih baiknya adalah untuk berusaha pergi ke ahli penyembuhnya agar penyakit kita disembuhkan. Karena berangkat ke dokter adalah bagian dari sunnah Nabi karena beliau juga menganjurkan seseorang yang sedang sakit untuk pergi kepada Tabib/Ahli Pengobatan.
عن طارق بن شهاب عن ابن عباس رفعه قال النبي صلى الله عليه وسلم : إِنَّ الله لَمْ يُنَزِّلْ دَاءً اِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً, فَتَدَاوُوْا. أخرجه النسائي وصححه ابن حبان و الحكيم
Dari Thariq bin Syihab dari Ibnu ‘Abbas ia merofakannya –sanad hadits sampai ke Nabi- Telah bersabda Nabi SAW, “Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecualil Dia menurunkan baginya (penyakit) obat penawar, maka berobatlah” Di keluarkan oleh An-Nasai dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim.
عن أسامة بن شريك أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : تَدَاوُوْا يَا عِبَادَ الله, فَإِنَّ الله لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءً, إِلَّا دَاءً وَاحِدًا الهَرَمُ. أخرجه أحمد و البخارى و الأربعة وصححه الترمذى وابن خزيمة والحكيم, و في لفظ : إلَّا السَّامَ. السام يعني الموت
Dari Usamah bin Syuraik bahwa sanya Nabi SAW bersabda, “Berobatlah kalian wahai hamba-hamba Allah, Karena sesungguhnya Allah tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula baginya penawar (obat), kecuali satu penyakit (yang tidak ada obatnya) yaitu pikun” Di keluarkan oleh Ahmad, Al-Bukhari dan Imam yang empat, kemudian di shahihkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, dan pada lafadz yang lain, “Kecuali As-Sam” As-Sam yaitu Al-Maut (Kematian).
Oleh karenanya, dengan ber-ikhtiar dan bersungguh-sungguh tidak akan tangan kita membawa hasil yang hampa karena janji Allah pastilah terjadi.
عن زبيربن العوامر ضي اللَّه عنه عن النبي صلى اللَّه عليه وسلم قَالَ : لأَنْ يَأْخذ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَأْتِيَ بِحُزْمَةِ الْحَطَبِ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا فَيَكفّ اللَّهُ بِهَا وَجْهَهُ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ. رواه البخارى
Dari Zubair bin Al-‘Awwam RA dari Nabi SAW bersabda, “Sungguh, jika sekiranya salah seorang di antara kamu membawa talinya ( untuk mencari kayu bakar ) kemudian ia kembali dengan membawa seikat kayu di punggungnya, lalu ia menjualnya sehingga allah mencukupi kebutuhanya ( dengan hasil itu ) adalah lebih baik daripada ia meminta-minta kepada manusia baik mereka memberi atau mereka menolak.” Riwayat Bukhari.
Seorang muslim yang senantiasa berikhtiar akan memiliki dampak positif, di antaranya sebagai berikut :
1. Merasakan kepuasan batin, karena telah berusaha dengan sekuat tenaga dan kemampuannya yang di miliki
2. Mendapat posisi yang mulia di hadapan Allah dan sesama manusia
3. Dapat berhemat karena merasakan susahnya bekerja
4. Tidak mudah berputus asa
5. Menghargai jerih payahnya dan jerih payah orang lain
6. Tidak menggantungkan orang lain dalam hidupnya
7. Menyelamatkan aqidahnya, karena tidak (bebas) bertawakal kepada makhluk.
Wallahu’alam
COMMENTS