Kiat menghindar dari mental yang rusak Mental Mengemis Mental mengemis yang dimaksud, yaitu ketika seseorang menginginkan sesuatu atau meren...
Kiat menghindar dari mental yang rusak
Mental Mengemis
Mental mengemis yang dimaksud, yaitu ketika seseorang menginginkan sesuatu atau merencanakan sesuatu, ia hanya mengandalkan pemberian atau sumbangsih dari orang lain dan tidak ada kreativitas darinya untuk berusaha sendiri yang produktif, padahal ia mampu untuk itu. Paling tidak kreativitasnya itu hanya sebatas mengemis. Seperti pura-pura sakit padahal sehat. Membuat proposal sumbangan yang isinya merengek-merengek dengan setumpuk perencanaan dan pembiayaan yang diperlukan agar dipercaya, dan kreatif menipu orang agar mendapat belaskasihan.
Padahal kalau dia mau ia dapat bekerja sendiri, secara terhormat dan bermartabat, tanpa harus menggantungkan diri terhadap orang lain. Sifat kemandirian inilah yang harus ditanamkan. Berusahalah dahulu dengan sabar dan tawakkal dan jagalah kehormatan diri.
Rasulullah Saw bersabda, “Orang-orang yang meminta-minta bukan karena kebutuhan mendesak, seperti orang yang memungut bara api.”
Bahkan dalam hadist lain diterangkan, jika seseorang mengambil tali untuk mencari kayu bakar lalu disimpan dipunggungnya, dibawa kepasar untuk dijual, maka Allah akan menjaga kehormatannya dengan perbuatan itu.dan perbuatan itu lebih baik dari pada meminta-minta kepada orang lain, diberi atau tidak.(Hr. Bukharidan Muslim).
Mental Mergutang/Meminjam
Mental mengutang/meminjam, orang yang hobinya meminjam atau menghutang tanpa didorong oleh kebutuhan yang mendesak, cuma karena dorongan hawa nafsu dan karena tergiur dengan kemewahan orang lain, tanpa memperhatikan kemampuan dirinya untuk membayar, pada hakekatnya ia tidak memiliki mental yang sehat.
Umumnya orang ini akan dijadikan obyek oleh orang-orang yang mempinyai i'tikad yang tidak baik yang hanya ingin memeras harta atau menyita barangnya. Oleh sebab itu ia harus memperhatikan ajaran agamanya, bukankah Rasul enggan menyalatkan jenazah yang masih ada urusan dengan utangnya. Bahkan yang meninggal dalam keadaan syahid akan diampuni dosanya kecuali ada utangnya.
Umumnya jika seseorang mempunyai utang ia akan berjanji tetapi dusta dan mengingkari janji itu, sehingga ia melakukan dosa yang lainnya. Dan Rosulpun pernah bersabda, “Jiwa seorang mu'min nasibnya kelak pada hari kiamat berkaitan erat dengan utangnya. Artinya baru akan diberikan ganjaran amal shalehnya jika utangnya itu ada yang membayarkannya.
Oleh sebab itu untuk menghindarkan dari mental mengutang ini adalah, harus meyakinkan bahwa menghutang atau meminjam itu pada dasarnya adalah perbuatan yang tidak terpuji, kecuali terdesak.
Barang siapa yang dipinjamkan adalah kepunyaan orang lain yang mungkin didapat dengan susah payah. Oleh sebab itu cepat kembalikan dan harus tanggung jawaab atas harta orang lain tersebut. Sebab jika seseorang meminjam dengan niat tidak akan membayar itu hakikatnya adalah penjahat atau pencuri.
Mengutang itu adalah beban mental yang akan mempengaruhi pikiran seseorang. Dalam satu riwayat dikatakan, “Hati hati dengan hutang karena hutang itu menjadikan bingung pada malam harinya dan kehinaan disiang harinya.”
Mental Judi.
Mental judi ini bukan berarti main judi karena judi sudah jelas hukumnya haram, tapi yang dimaksud ketika seseorang menghasilkan sesuatu atau memiliki sesuatu, dilakukan dengan cara untung-untungan (spekulasi), dengan modal dan cara yang enteng dengan harapan (lamunan) hasil yang besar, tanpa mengeluarkan tenaga yang banyak dan pemikiran yang rumit.
Biasanya mental ini dimiliki oleh orang yang prustasi, tipis imannya dan dalam keadaaan yang sulit perekonomiannya. Ia mau bekerja tetapi hasil kerjanya yang halal itu ia gunakan untuk mencari penghasilan yang lebih besar lagi yang sifatnya untung-untungan.
Mereka tidak lagi memikirkan kerja yang produktif, bahkan etos kerjanya menurun yang ada dalam benak pikirannya adalah keuntungan yang besar dengan modal yang sedikit.
Masyarakat yang bermental seperti ini menjadi sasaran empuk bagi pelaku ekonomi atau pengusaha yang ingin meraih keuntungan yang besar, seperti iming-iming hadiah atau apa saja yang penting belanja ini atau itu. Atau dengan sarat-sarat yang lain yang dianggap ringan. Yang akhirnya mereka berlomba –lomba mendapatkan hadiah walaupun membeli sesuatu yang tidak perlu atau tidak ada manfa'atnya.
Pada akhirnya ada yang berhasil dan ada yang tidak berhasil, dan umumnya yang berhasil itu sedikit saja. Yang jelas mental judi ini terjadi dalam segala sektor kehidupan. Akibat buruk dari mental ini adalah kemalasan (bekerja yang produktif akan hilang) dalam kehidupan sikapnya spekulatif (untung-untungan) yang akan menimbulkan permainan judi yang sebenarnya.
Untuk mengatasinya kembalilah kepada jalan agama. Berusahalah dengan mencari karunia Allah itu dengan bekerja yang halal, menghargai prestasi pekerjaan dengan upah yang sesuai. Sehingga jangan ada istilah lebih baik main judi dari pada kerja dengan upah sedikit.
Penutup
Dalam keadaan ekonomi yang serba sulit ini, ketiga mental diatas memang sulit dibendung sebab kehidupan manusia yang serba praktis dan pragmatis.
Apa saja yang bisa jadi uang itulah yang diburu. Dan dalam pemburuan itu seringkali nilai-nilai agama yang dikesampingjkan moral diabaikan. Ditambah lagi dengan arus globalisasi dalam segala sector kehidupan yang semakin merambah dengan dampak yang positif dan negativenya.
Negara yang belum siap, yang akan menjadi korbannya. Jalan yang terakhir agar selamt dari pengaruh buruk adalah kembali kejalan Allah swt. Laksanakan ajaran dengan penuh kedisiplinan dan keikhlasan. Tawakkallah dengan mencari karunia Allah pasti Allah akan memberikan perlindungannya. Amien.
Mental Mengemis
Mental mengemis yang dimaksud, yaitu ketika seseorang menginginkan sesuatu atau merencanakan sesuatu, ia hanya mengandalkan pemberian atau sumbangsih dari orang lain dan tidak ada kreativitas darinya untuk berusaha sendiri yang produktif, padahal ia mampu untuk itu. Paling tidak kreativitasnya itu hanya sebatas mengemis. Seperti pura-pura sakit padahal sehat. Membuat proposal sumbangan yang isinya merengek-merengek dengan setumpuk perencanaan dan pembiayaan yang diperlukan agar dipercaya, dan kreatif menipu orang agar mendapat belaskasihan.
Padahal kalau dia mau ia dapat bekerja sendiri, secara terhormat dan bermartabat, tanpa harus menggantungkan diri terhadap orang lain. Sifat kemandirian inilah yang harus ditanamkan. Berusahalah dahulu dengan sabar dan tawakkal dan jagalah kehormatan diri.
Rasulullah Saw bersabda, “Orang-orang yang meminta-minta bukan karena kebutuhan mendesak, seperti orang yang memungut bara api.”
Bahkan dalam hadist lain diterangkan, jika seseorang mengambil tali untuk mencari kayu bakar lalu disimpan dipunggungnya, dibawa kepasar untuk dijual, maka Allah akan menjaga kehormatannya dengan perbuatan itu.dan perbuatan itu lebih baik dari pada meminta-minta kepada orang lain, diberi atau tidak.(Hr. Bukharidan Muslim).
Mental Mergutang/Meminjam
Mental mengutang/meminjam, orang yang hobinya meminjam atau menghutang tanpa didorong oleh kebutuhan yang mendesak, cuma karena dorongan hawa nafsu dan karena tergiur dengan kemewahan orang lain, tanpa memperhatikan kemampuan dirinya untuk membayar, pada hakekatnya ia tidak memiliki mental yang sehat.
Umumnya orang ini akan dijadikan obyek oleh orang-orang yang mempinyai i'tikad yang tidak baik yang hanya ingin memeras harta atau menyita barangnya. Oleh sebab itu ia harus memperhatikan ajaran agamanya, bukankah Rasul enggan menyalatkan jenazah yang masih ada urusan dengan utangnya. Bahkan yang meninggal dalam keadaan syahid akan diampuni dosanya kecuali ada utangnya.
Umumnya jika seseorang mempunyai utang ia akan berjanji tetapi dusta dan mengingkari janji itu, sehingga ia melakukan dosa yang lainnya. Dan Rosulpun pernah bersabda, “Jiwa seorang mu'min nasibnya kelak pada hari kiamat berkaitan erat dengan utangnya. Artinya baru akan diberikan ganjaran amal shalehnya jika utangnya itu ada yang membayarkannya.
Oleh sebab itu untuk menghindarkan dari mental mengutang ini adalah, harus meyakinkan bahwa menghutang atau meminjam itu pada dasarnya adalah perbuatan yang tidak terpuji, kecuali terdesak.
Barang siapa yang dipinjamkan adalah kepunyaan orang lain yang mungkin didapat dengan susah payah. Oleh sebab itu cepat kembalikan dan harus tanggung jawaab atas harta orang lain tersebut. Sebab jika seseorang meminjam dengan niat tidak akan membayar itu hakikatnya adalah penjahat atau pencuri.
Mengutang itu adalah beban mental yang akan mempengaruhi pikiran seseorang. Dalam satu riwayat dikatakan, “Hati hati dengan hutang karena hutang itu menjadikan bingung pada malam harinya dan kehinaan disiang harinya.”
Mental Judi.
Mental judi ini bukan berarti main judi karena judi sudah jelas hukumnya haram, tapi yang dimaksud ketika seseorang menghasilkan sesuatu atau memiliki sesuatu, dilakukan dengan cara untung-untungan (spekulasi), dengan modal dan cara yang enteng dengan harapan (lamunan) hasil yang besar, tanpa mengeluarkan tenaga yang banyak dan pemikiran yang rumit.
Biasanya mental ini dimiliki oleh orang yang prustasi, tipis imannya dan dalam keadaaan yang sulit perekonomiannya. Ia mau bekerja tetapi hasil kerjanya yang halal itu ia gunakan untuk mencari penghasilan yang lebih besar lagi yang sifatnya untung-untungan.
Mereka tidak lagi memikirkan kerja yang produktif, bahkan etos kerjanya menurun yang ada dalam benak pikirannya adalah keuntungan yang besar dengan modal yang sedikit.
Masyarakat yang bermental seperti ini menjadi sasaran empuk bagi pelaku ekonomi atau pengusaha yang ingin meraih keuntungan yang besar, seperti iming-iming hadiah atau apa saja yang penting belanja ini atau itu. Atau dengan sarat-sarat yang lain yang dianggap ringan. Yang akhirnya mereka berlomba –lomba mendapatkan hadiah walaupun membeli sesuatu yang tidak perlu atau tidak ada manfa'atnya.
Pada akhirnya ada yang berhasil dan ada yang tidak berhasil, dan umumnya yang berhasil itu sedikit saja. Yang jelas mental judi ini terjadi dalam segala sektor kehidupan. Akibat buruk dari mental ini adalah kemalasan (bekerja yang produktif akan hilang) dalam kehidupan sikapnya spekulatif (untung-untungan) yang akan menimbulkan permainan judi yang sebenarnya.
Untuk mengatasinya kembalilah kepada jalan agama. Berusahalah dengan mencari karunia Allah itu dengan bekerja yang halal, menghargai prestasi pekerjaan dengan upah yang sesuai. Sehingga jangan ada istilah lebih baik main judi dari pada kerja dengan upah sedikit.
Penutup
Dalam keadaan ekonomi yang serba sulit ini, ketiga mental diatas memang sulit dibendung sebab kehidupan manusia yang serba praktis dan pragmatis.
Apa saja yang bisa jadi uang itulah yang diburu. Dan dalam pemburuan itu seringkali nilai-nilai agama yang dikesampingjkan moral diabaikan. Ditambah lagi dengan arus globalisasi dalam segala sector kehidupan yang semakin merambah dengan dampak yang positif dan negativenya.
Negara yang belum siap, yang akan menjadi korbannya. Jalan yang terakhir agar selamt dari pengaruh buruk adalah kembali kejalan Allah swt. Laksanakan ajaran dengan penuh kedisiplinan dan keikhlasan. Tawakkallah dengan mencari karunia Allah pasti Allah akan memberikan perlindungannya. Amien.
COMMENTS