Istiqro’ Nuzulul Quran Pada Tanggal 17 Ramadhan (?) (Sebuah tawaran pengkajian ulang tentang tanggal turunnya Alquran) "Bulan Ramadhan ...
Istiqro’ Nuzulul Quran Pada Tanggal 17 Ramadhan (?)
(Sebuah tawaran pengkajian ulang tentang tanggal turunnya Alquran)
"Bulan Ramadhan itu bulan diturunkannya Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda…" (QS. Albaqarah [2]:185)
Ramadhan sering kali diidentikkan dengan "bulan Alquran" karena pada bulan inilah Alquran diturunkan. Selain itu –dalam semangat kenabian- pada setiap Ramadhan Rasulullah Saw., biasa melakukan talaqqi secara intensif mengenai bacaan Alquran bersama malaikat Jibril As. Semangat tersebut masih terasa, minimal terlihat, pada masa kini dengan maraknya tradisi tadarusan Alquran ataupun kajian-kajian seputar Alquran di berbagai masjid ataupun majlis-majlis ta’lim. Ramadhan sebagai bulan diturunkannya Alquran ini bukan hanya sebatas klaim umat Islam, tetapi lebih dari itu, yakni pemberitaan wahyu sendiri yang menginformasikan tentang waktu tersebut.
Alquran menyatakan bahwa bulan Ramadhan adalah waktu diturunkannya Alquran. Hal ini seperti tertulis dalam Qs. Albaqarah [2]:185. kemudian ada informasi tambahan dari Alquran sendiri ihwal penurunannya itu seperti yang dapat kita baca dalam Qs. Alqadr [97]:1, yang artinya, "Sesungguhnya kami telah menurunkan Alquran pada malam kemuliaan (lailatul qadr)." Yang pada akhirnya dilengkapi dengan firman-Nya dalam Qs. Addukhan [44]:3 yang artinya, "Sesungguhnya Kami menurunkannya (Alquran) pada suatu malam yang diberkahi."
Dengan uraian di atas tadi, secara runtut kita dapatkan informasi waktu turunnya Alquran, yakni diturunkan di bulan Ramadhan bertepatan dengan lailatul qadar yaitu malam yang penuh barokah. Sampai disini semua menyatakan kesepakatannya.
Namun, ada klaim lain dibalik itu semua. Sebuah klaim yang sudah sangat popular bagi kaum muslimin, khususnya di Indonesia. Ada keyakinan sebagian besar masyarakat bahwa tanggal turunnya Alquran itu bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan. Klaim ini menjadi menarik untuk dikaji ulang mengingatnya konsekuensi logis yang akan muncul dari klaim tersebut.
Ketika kita meyakini bahwa Alquran diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan, berarti kita harus mengakui bahwa lailatul qadar terjadi pada tanggal tersebut. Karena seperti disinggung di atas bahwa turunnya Alquran bertepatan dengan lailatul qadar. Hal ini tentunya akan berseberangan dengan petunjuk Nabi Saw., yang mengisyaratkan bahwa lailatul qadar terjadi pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan yang kemudian diikuti dengan anjuran untuk lebih bersemangat dalam meraih lailatul qadar itu (?) [Hr. Bukhari dari Sa’ad bin Malik].
Di sisi lain, akibat dari klaim tersebut, sebagian umat Islam terjebak pada ritual baru yang bersifat tahunan (baca; Peringatan Malam Nuzulul Quran) sehingga ketika satu kali saja melewatkan acara tersebut serasa telah berbuat dosa. Inilah yang harus dikhawatirkan. Ketika sebuah acara sudah dianggap sejajar dengan ibadah, maka hal itu sudah masuk dalam "kawasan terlarang" atau bid’ah, yang kewajiban kita untuk menjauhkan diri darinya serta memberikan penjelasan kepada orang lain akan hal tersebut.
Berbagai susunan acara diselenggarakan untuk memperingati hari tersebut, berbagai macam dzikir atau wirid, lantunan do’a sampai bacaan surat-surat tertentu biasanya menjadi "syarat mutlak" keutamaan acara tersebut. Ini fenomena lain dari kekeliruan serta pelanggaran yang terjadi.
Kembali pada 17 Ramadhan. Alangkah lebih baiknya kalau kita melakukan pelacakan kembali terhadap fakta sejarah waktu turunnya Alquran sehingga kita akan merasa benar-benar memiliki keotentikan sejarah monumental tersebut dalam kehidupan umat Islam.
Wallahu a’lamu bis shawwaab.
Ust. Didin Saefuddin, S.Thi
Penulis adalah Pengisi Dialog Islam di Radio
asatidz Pesantren Persatuan Islam 2 Bandung
(Sebuah tawaran pengkajian ulang tentang tanggal turunnya Alquran)
"Bulan Ramadhan itu bulan diturunkannya Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda…" (QS. Albaqarah [2]:185)
Ramadhan sering kali diidentikkan dengan "bulan Alquran" karena pada bulan inilah Alquran diturunkan. Selain itu –dalam semangat kenabian- pada setiap Ramadhan Rasulullah Saw., biasa melakukan talaqqi secara intensif mengenai bacaan Alquran bersama malaikat Jibril As. Semangat tersebut masih terasa, minimal terlihat, pada masa kini dengan maraknya tradisi tadarusan Alquran ataupun kajian-kajian seputar Alquran di berbagai masjid ataupun majlis-majlis ta’lim. Ramadhan sebagai bulan diturunkannya Alquran ini bukan hanya sebatas klaim umat Islam, tetapi lebih dari itu, yakni pemberitaan wahyu sendiri yang menginformasikan tentang waktu tersebut.
Alquran menyatakan bahwa bulan Ramadhan adalah waktu diturunkannya Alquran. Hal ini seperti tertulis dalam Qs. Albaqarah [2]:185. kemudian ada informasi tambahan dari Alquran sendiri ihwal penurunannya itu seperti yang dapat kita baca dalam Qs. Alqadr [97]:1, yang artinya, "Sesungguhnya kami telah menurunkan Alquran pada malam kemuliaan (lailatul qadr)." Yang pada akhirnya dilengkapi dengan firman-Nya dalam Qs. Addukhan [44]:3 yang artinya, "Sesungguhnya Kami menurunkannya (Alquran) pada suatu malam yang diberkahi."
Dengan uraian di atas tadi, secara runtut kita dapatkan informasi waktu turunnya Alquran, yakni diturunkan di bulan Ramadhan bertepatan dengan lailatul qadar yaitu malam yang penuh barokah. Sampai disini semua menyatakan kesepakatannya.
Namun, ada klaim lain dibalik itu semua. Sebuah klaim yang sudah sangat popular bagi kaum muslimin, khususnya di Indonesia. Ada keyakinan sebagian besar masyarakat bahwa tanggal turunnya Alquran itu bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan. Klaim ini menjadi menarik untuk dikaji ulang mengingatnya konsekuensi logis yang akan muncul dari klaim tersebut.
Ketika kita meyakini bahwa Alquran diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan, berarti kita harus mengakui bahwa lailatul qadar terjadi pada tanggal tersebut. Karena seperti disinggung di atas bahwa turunnya Alquran bertepatan dengan lailatul qadar. Hal ini tentunya akan berseberangan dengan petunjuk Nabi Saw., yang mengisyaratkan bahwa lailatul qadar terjadi pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan yang kemudian diikuti dengan anjuran untuk lebih bersemangat dalam meraih lailatul qadar itu (?) [Hr. Bukhari dari Sa’ad bin Malik].
Di sisi lain, akibat dari klaim tersebut, sebagian umat Islam terjebak pada ritual baru yang bersifat tahunan (baca; Peringatan Malam Nuzulul Quran) sehingga ketika satu kali saja melewatkan acara tersebut serasa telah berbuat dosa. Inilah yang harus dikhawatirkan. Ketika sebuah acara sudah dianggap sejajar dengan ibadah, maka hal itu sudah masuk dalam "kawasan terlarang" atau bid’ah, yang kewajiban kita untuk menjauhkan diri darinya serta memberikan penjelasan kepada orang lain akan hal tersebut.
Berbagai susunan acara diselenggarakan untuk memperingati hari tersebut, berbagai macam dzikir atau wirid, lantunan do’a sampai bacaan surat-surat tertentu biasanya menjadi "syarat mutlak" keutamaan acara tersebut. Ini fenomena lain dari kekeliruan serta pelanggaran yang terjadi.
Kembali pada 17 Ramadhan. Alangkah lebih baiknya kalau kita melakukan pelacakan kembali terhadap fakta sejarah waktu turunnya Alquran sehingga kita akan merasa benar-benar memiliki keotentikan sejarah monumental tersebut dalam kehidupan umat Islam.
Wallahu a’lamu bis shawwaab.
Ust. Didin Saefuddin, S.Thi
Penulis adalah Pengisi Dialog Islam di Radio
asatidz Pesantren Persatuan Islam 2 Bandung
COMMENTS