Sampaikah hadiah pahala bacaan Al-fatihah untuk orang mati? Inilah pendapat 3 ulama Indonesia.
Pajagalan.com - Program “Berita Islam Masa kini” (Beriman) yang tayang di Trans TV menuai perdebatan. Pasalnya dua pembawa acara program tersebut mengatakan bacaan al-Fatihah untuk orang Mati adalah perbuatan bid’ah. Orang Muhammadiyah, Persis, Perhimpunan al-Irsyad, Hidayatullah dan Wahdah islamiyah tak mempersoalkan pandangan seperti itu. Akan tetapi warga Nahdliyin lah yang tidak terima dengan pernyataan sang Presenter. Karena hal itu mengusik tradisi keagamaan mereka yang diwariskan turun temurun.
Seperti yang saya duga, sang pembawa acara langsung mendapat gelar “wahabi” dari pihak-pihak yang terusik tradisi keagamaannya. Meski dicap wahabi, sang pembawa acara lewat akun twitternya sudah mengucapkan maaf kepada pihak-pihak yang merasa terusik tadi.
Peristiwa yang dialami pembawa acara “Beriman” itu membangkitkan ingatan saya ketika kecil. "Sampean sudah kirim al-fatihah buat Mas Arifin?" Pertanyaan ini kutujukan ke Ayah setelah pulang dari MI Attaroqie. Fadh Ahmad Arifin adalah saudara kembar saya yang wafat sewaktu balita. Dulu, guru mata pelajaran fiqh saya, Pak Syafei menyuruh tiap murid supaya kirim al-Fatihah buat keluarga yang telah wafat. "Allahumma firlahu warhamhu wa'afihi wa'fu anhu... begitulah doanya." kata ayah.
Menarik sekali jawaban ayah saya, padahal beliau seorang warga Nahdliyin. Mengapa tidak melakukan hal yang sama dilakukan warga Nahdliyin di kampung kotalama. Cukup kirim al-fatihah, selesai sudah perkara. Apakah berdoa dan membacakan Quran bagi orang yang sudah mati adalah dua hal berbeda?
Sesuai judul artikel ini, saya mencoba menyuguhkan pandangan Ahmad Hassan, buya Hamka, dan Quraish shihab. Saya memilih 3 ulama tadi karena masing-masing punya pengaruh dan pengikut yang tersebar di mana-mana. Mudah-mudahan artikel ini bisa memberi pencerahan kepada para pembaca.
Ahmad Hassan, mahaguru Persatuan islam (Persis) saat ditanya apakah pahala bacaan al-Fatihah sampai kepada si mayit atau tidak, beliau menjawab, “bacaan al-Fatihah dan sebagainya yang dibaca untuk dihadiahkan pahalanya kepada si mayit, tidak bisa sampai.” Dalil yang beliau gunakan yaitu surah an-Najm ayat 39,”Dan sesungguhnya manusia tidak akan mendapat (pahala) melainkan (dari) apa yang ia telah usahakan” (A. Hassan, Soal Jawab 3-4, hal 956-957).
Selanjutnya beralih ke Buya Hamka berpendapat doa untuk orang yang Mati itu ada aturannya. Contoh kecilnya saat kita sholat jenazah, otomatis kita mintakan ampun kepada si mayit. Kemudiaan kalau kita ziarah kubur, disunnahkan mengucap salam kepada orang-orang yang beriman di area pemakaman yang kita kunjungi. Menurut buya Hamka, di Surah ibrahim ayat 41 diterangkan bahwa Nabi Ibrahim memintakan ampun kepada orang tuanya dan orang-orang beriman di Hari kiamat nanti.
Masih kata Hamka, “Perselisihan hanyalah tentang menghadiahkan pahala. Dibiasakan orang baca al-Fatihah itu. Sampaikah hadiah itu atau tidak? Soalnya bukanlah sampai atau tidak, yang menjadi soal sekarang ini ialah, adakah Nabi berbuat semacam itu atau tidak. Kalau tidak ada niscaya kita telah menambah-nambah.” (Hamka membahas soal-soal islam, hal 84-86). Pendapat Muhammadiyah melalui majelis Tarjihnya juga sama dengan Hamka.
Terakhir adalah bagaimana pendapat Quraish shihab tentang persoalan ini. “Berdoa untuk kaum muslimin yang hidup atau yang sudah wafat adalah anjuran agama. Baca al-Quran juga merupakan ibadah yang dianjurkan.” Kata Quraish. Hanya saja, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang bermanfaat tidaknya bacaan itu bagi orang yang sudah mati.
M. Quraish shihab mengutip mazhab Syafi’i yang menilai pahalanya tidak bermanfaat bagi orang yang sudah mati. Sedangkan Hanbali dan hanafi menyatakan pahalanya dapat diterima oleh almarhum. Menengahi 2 pendapat berbeda ini, Quraish mengutip Imam al-Qarafi, “Persoalan ini walaupun diperselisihkan, tidak wajar untuk ditinggalkan dalam hal pengamalannya. Sebab, siapa tahu hal itu benar-benar bisa diterima oleh orang yang sudah mati, karena yang demiian itu berada di luar jangkauan pengetahuan kita”. (M. Quraish shihab, 2008, hal 267-268). Quraish shihab sepertinya condong ke pendapatnya Imam al-Qarafi.
Sebelum menutup artikel ini, perlu dibedakan antara mendoakan orang mati dan membacakan Quran untuk mereka terutama dalam hal menghadiahkan pahala. Amalkan sabda Rasulullah saw tentang mendoakan orang mati, daripada berdebat yang tak berkesudahan tentang sampai tidaknya bacaan al-Quran untuk si mayit. Wallahu’allam.
Penulis:
Fadh Ahmad Arifan
Alumnus jurusan Studi Islam, Pascasarjana UIN Malang
Daftar Pustaka
Ahmad Hassan, Soal Jawab 3-4, (Bangil, 1996
Program Berita islami Masa kini, Rabu 2 September 2015
Rusydi hamka (ed), Hamka membahas soal-soal Islam, (Pustaka panjimas, 1983)
Quraish shihab, Quraish shihab menjawab 1001 soal Keislaman, (Lentera hati, 2008)
Seperti yang saya duga, sang pembawa acara langsung mendapat gelar “wahabi” dari pihak-pihak yang terusik tradisi keagamaannya. Meski dicap wahabi, sang pembawa acara lewat akun twitternya sudah mengucapkan maaf kepada pihak-pihak yang merasa terusik tadi.
Peristiwa yang dialami pembawa acara “Beriman” itu membangkitkan ingatan saya ketika kecil. "Sampean sudah kirim al-fatihah buat Mas Arifin?" Pertanyaan ini kutujukan ke Ayah setelah pulang dari MI Attaroqie. Fadh Ahmad Arifin adalah saudara kembar saya yang wafat sewaktu balita. Dulu, guru mata pelajaran fiqh saya, Pak Syafei menyuruh tiap murid supaya kirim al-Fatihah buat keluarga yang telah wafat. "Allahumma firlahu warhamhu wa'afihi wa'fu anhu... begitulah doanya." kata ayah.
Menarik sekali jawaban ayah saya, padahal beliau seorang warga Nahdliyin. Mengapa tidak melakukan hal yang sama dilakukan warga Nahdliyin di kampung kotalama. Cukup kirim al-fatihah, selesai sudah perkara. Apakah berdoa dan membacakan Quran bagi orang yang sudah mati adalah dua hal berbeda?
Sesuai judul artikel ini, saya mencoba menyuguhkan pandangan Ahmad Hassan, buya Hamka, dan Quraish shihab. Saya memilih 3 ulama tadi karena masing-masing punya pengaruh dan pengikut yang tersebar di mana-mana. Mudah-mudahan artikel ini bisa memberi pencerahan kepada para pembaca.
Ahmad Hassan, mahaguru Persatuan islam (Persis) saat ditanya apakah pahala bacaan al-Fatihah sampai kepada si mayit atau tidak, beliau menjawab, “bacaan al-Fatihah dan sebagainya yang dibaca untuk dihadiahkan pahalanya kepada si mayit, tidak bisa sampai.” Dalil yang beliau gunakan yaitu surah an-Najm ayat 39,”Dan sesungguhnya manusia tidak akan mendapat (pahala) melainkan (dari) apa yang ia telah usahakan” (A. Hassan, Soal Jawab 3-4, hal 956-957).
Selanjutnya beralih ke Buya Hamka berpendapat doa untuk orang yang Mati itu ada aturannya. Contoh kecilnya saat kita sholat jenazah, otomatis kita mintakan ampun kepada si mayit. Kemudiaan kalau kita ziarah kubur, disunnahkan mengucap salam kepada orang-orang yang beriman di area pemakaman yang kita kunjungi. Menurut buya Hamka, di Surah ibrahim ayat 41 diterangkan bahwa Nabi Ibrahim memintakan ampun kepada orang tuanya dan orang-orang beriman di Hari kiamat nanti.
Masih kata Hamka, “Perselisihan hanyalah tentang menghadiahkan pahala. Dibiasakan orang baca al-Fatihah itu. Sampaikah hadiah itu atau tidak? Soalnya bukanlah sampai atau tidak, yang menjadi soal sekarang ini ialah, adakah Nabi berbuat semacam itu atau tidak. Kalau tidak ada niscaya kita telah menambah-nambah.” (Hamka membahas soal-soal islam, hal 84-86). Pendapat Muhammadiyah melalui majelis Tarjihnya juga sama dengan Hamka.
Terakhir adalah bagaimana pendapat Quraish shihab tentang persoalan ini. “Berdoa untuk kaum muslimin yang hidup atau yang sudah wafat adalah anjuran agama. Baca al-Quran juga merupakan ibadah yang dianjurkan.” Kata Quraish. Hanya saja, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang bermanfaat tidaknya bacaan itu bagi orang yang sudah mati.
M. Quraish shihab mengutip mazhab Syafi’i yang menilai pahalanya tidak bermanfaat bagi orang yang sudah mati. Sedangkan Hanbali dan hanafi menyatakan pahalanya dapat diterima oleh almarhum. Menengahi 2 pendapat berbeda ini, Quraish mengutip Imam al-Qarafi, “Persoalan ini walaupun diperselisihkan, tidak wajar untuk ditinggalkan dalam hal pengamalannya. Sebab, siapa tahu hal itu benar-benar bisa diterima oleh orang yang sudah mati, karena yang demiian itu berada di luar jangkauan pengetahuan kita”. (M. Quraish shihab, 2008, hal 267-268). Quraish shihab sepertinya condong ke pendapatnya Imam al-Qarafi.
Sebelum menutup artikel ini, perlu dibedakan antara mendoakan orang mati dan membacakan Quran untuk mereka terutama dalam hal menghadiahkan pahala. Amalkan sabda Rasulullah saw tentang mendoakan orang mati, daripada berdebat yang tak berkesudahan tentang sampai tidaknya bacaan al-Quran untuk si mayit. Wallahu’allam.
Penulis:
Fadh Ahmad Arifan
Alumnus jurusan Studi Islam, Pascasarjana UIN Malang
Daftar Pustaka
Ahmad Hassan, Soal Jawab 3-4, (Bangil, 1996
Program Berita islami Masa kini, Rabu 2 September 2015
Rusydi hamka (ed), Hamka membahas soal-soal Islam, (Pustaka panjimas, 1983)
Quraish shihab, Quraish shihab menjawab 1001 soal Keislaman, (Lentera hati, 2008)